Sumber foto: Google

Panen Raya Tapi Harga Beras Naik? Publik Curiga Ada yang Tak Beres!

Tanggal: 1 Jun 2025 09:57 wib.
Tampang.com | Saat petani tengah merayakan panen raya, publik justru harus menghadapi kenyataan pahit: harga beras kembali melambung. Kondisi ini menimbulkan tanya di tengah masyarakat, mengapa stok melimpah tak sejalan dengan penurunan harga?

Harga Terus Meroket di Tengah Panen

Di berbagai pasar tradisional, harga beras kualitas medium telah menembus Rp13.000 per kilogram, naik hampir 20 persen dibanding bulan lalu. Kenaikan ini terjadi bahkan ketika panen raya berlangsung di sejumlah daerah sentra pertanian seperti Jawa Tengah dan Jawa Barat.

"Panennya banyak, tapi harga tetap naik. Kami curiga ada permainan di distribusi," keluh Siti, pedagang beras di Pasar Induk Cipinang. Ia mengaku kesulitan mendapatkan pasokan dari distributor utama, yang menurutnya mulai menahan stok sejak dua pekan lalu.

Distribusi Tidak Lancar, Dugaan Penimbunan Muncul

Ketidaksesuaian antara panen besar dan ketersediaan di pasar menimbulkan dugaan adanya penimbunan oleh pihak-pihak tertentu. Para analis pangan menyebut distribusi yang tidak lancar sebagai penyebab utama lonjakan harga yang tidak wajar ini.

"Logistik pangan kita memang masih bermasalah. Dari gudang ke pasar, sering kali ada hambatan yang tidak transparan," jelas Ekky Wibisono, pengamat pertanian. Ia menyoroti peran tengkulak dan spekulan yang kerap memanfaatkan momen panen untuk meraup keuntungan tinggi.

Petani Tak Diuntungkan, Konsumen Terdampak

Ironisnya, meski harga di pasar naik, petani justru tidak menikmati keuntungan maksimal. Harga gabah kering panen (GKP) yang mereka terima tetap ditekan oleh para pengepul, yang berdalih akan merugi jika membeli di atas harga tertentu.

"Petani tidak punya posisi tawar. Kami jual murah ke tengkulak, tapi di pasar harga bisa melonjak dua kali lipat," ungkap Pak Jaya, petani dari daerah Indramayu. Ia berharap pemerintah turun tangan mengatur sistem distribusi agar tidak merugikan dua sisi: petani dan konsumen.

Peran Pemerintah Dinilai Belum Maksimal

Badan Urusan Logistik (Bulog) yang seharusnya menjadi penyeimbang pasar belum mampu berperan efektif. Cadangan beras pemerintah disebut tidak cukup untuk mengintervensi pasar dalam jangka panjang, terlebih dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat menjelang tahun ajaran baru dan musim haji.

Serikat petani dan lembaga konsumen mendesak adanya audit terhadap distribusi beras nasional dan pengawasan ketat terhadap para pelaku yang diduga menimbun. Mereka juga meminta keterlibatan pemerintah daerah dalam mengawasi arus keluar masuk beras dari lumbung-lumbung produksi.

Solusi Jangka Menengah: Infrastruktur & Digitalisasi Distribusi

Beberapa pakar menyarankan reformasi menyeluruh pada sistem logistik pangan nasional, termasuk pembangunan gudang pendingin di desa-desa produsen dan platform distribusi berbasis digital agar rantai pasok lebih efisien dan transparan.

"Dengan teknologi, pemerintah bisa pantau stok dan harga secara real time, bukan hanya berdasarkan laporan manual dari bawah," ujar Ekky.

Jika tidak ada langkah strategis, harga beras akan terus menjadi permainan segelintir orang, dan masyarakat akan terus menanggung beban ketidakadilan pangan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved