Pajak Karbon Mulai Berlaku Tahun Ini, Dampaknya ke Industri dan Dompet Masyarakat?
Tanggal: 9 Mei 2025 20:46 wib.
Tampang.com | Pemerintah Indonesia resmi menerapkan pajak karbon mulai tahun 2025 sebagai bagian dari komitmen mengurangi emisi gas rumah kaca. Kebijakan ini menargetkan sektor-sektor besar penghasil emisi, seperti energi, manufaktur, dan transportasi. Meski secara global ini dianggap langkah maju menuju ekonomi hijau, berbagai kalangan di dalam negeri mempertanyakan efektivitas dan dampaknya terhadap perekonomian, khususnya harga barang dan jasa.
Siapa yang Akan Kena Pajak?
Pajak karbon diberlakukan pada perusahaan yang menghasilkan emisi CO di atas ambang batas yang ditentukan. Tahap awal difokuskan pada PLTU batu bara dan industri berat seperti semen dan baja. Namun, dikhawatirkan efek domino dari kebijakan ini akan meluas ke masyarakat melalui kenaikan biaya produksi dan harga barang konsumsi.
“Kami dukung upaya dekarbonisasi, tapi pemerintah perlu menjamin bahwa kebijakan ini tidak membebani rakyat kecil,” ujar Rino, perwakilan Asosiasi Pengusaha Nasional.
Apakah Masyarakat Kecil Akan Ikut Terdampak?
Secara tidak langsung, ya. Kenaikan biaya produksi akibat pajak karbon kemungkinan akan diteruskan ke konsumen. Misalnya, tarif listrik bisa meningkat jika PLTU dikenakan beban tambahan. Selain itu, harga bahan bangunan dan kebutuhan rumah tangga tertentu juga bisa terimbas.
“Yang dikhawatirkan adalah efek regressive, di mana masyarakat berpenghasilan rendah ikut terkena imbas dari kebijakan yang seharusnya menyasar korporasi besar,” jelas Titi Anggraini, pengamat kebijakan publik.
Transparansi Penggunaan Dana Pajak Masih Dipertanyakan
Pemerintah menyebut bahwa dana dari pajak karbon akan digunakan untuk program transisi energi bersih dan bantuan sosial lingkungan. Namun, hingga kini belum ada mekanisme pelaporan yang jelas dan terbuka soal alokasi dan penggunaannya.
“Tanpa transparansi, pajak karbon bisa berubah jadi pajak biasa yang tak memberi insentif perubahan perilaku,” kata Dandy Nugroho, peneliti dari Institute for Essential Services Reform (IESR).
Kebijakan Ini Perlu Dibarengi Insentif Hijau
Penerapan pajak saja tak cukup. Para pengusaha dan aktivis lingkungan sepakat bahwa Indonesia juga harus memberi insentif untuk adopsi energi terbarukan, seperti pemotongan pajak bagi perusahaan yang beralih ke energi bersih atau subsidi untuk rumah tangga yang menggunakan panel surya.
Jika tidak dibarengi insentif, kebijakan ini berisiko hanya jadi beban tambahan tanpa hasil lingkungan yang berarti.
Pajak karbon adalah langkah penting untuk masa depan yang lebih bersih, tapi keberhasilan kebijakan ini sangat tergantung pada keadilan implementasi dan perlindungan terhadap kelompok yang rentan terdampak.