Oraski Keberatan Wacana Pemotongan Komisi Aplikator Jadi 10 Persen, Ini Alasannya
Tanggal: 19 Mei 2025 09:54 wib.
Tampang.com | Organisasi Angkutan Sewa Khusus Indonesia (Oraski) menyatakan ketidaksetujuannya terhadap wacana pemotongan komisi perusahaan aplikasi transportasi online dari 20 persen menjadi 10 persen. Ketua Umum Oraski, Fahmi Maharaja, menilai bahwa kebijakan tersebut justru bisa berdampak negatif bagi para pengemudi.
Menurut Fahmi, penurunan potongan komisi dari aplikator bukanlah solusi yang menguntungkan bagi mitra pengemudi. Ia khawatir, langkah ini malah akan mendorong perusahaan aplikasi menaikkan tarif kepada konsumen demi menutup selisih pendapatan mereka. Hal ini bisa menyebabkan berkurangnya jumlah pengguna layanan dan menurunnya pendapatan para driver.
“Berkurangnya potongan aplikasi tidak akan membawa maslahat bagi driver online karena output-nya adalah semakin tingginya tarif terhadap konsumen, dan otomatis pendapatan driver akan menurun akibat berkurangnya pengguna aplikasi karena pindah ke layanan lain,” kata Fahmi dalam keterangan tertulis, Minggu (18/5/2025).
Fahmi juga menyoroti bahwa kebijakan ini bisa menjadi preseden buruk bagi ekosistem transportasi online yang selama ini sudah berjalan dengan stabil. Ia menilai bahwa ketimbang memaksa penurunan komisi, pemerintah seharusnya fokus pada pemberian insentif yang lebih konkret bagi para pengemudi.
“Pemerintah seharusnya memberikan subsidi, seperti penghapusan PPN dan PPh untuk pembelian kendaraan, potongan pajak suku cadang, hingga bantuan edukasi untuk para driver. Itu lebih bermanfaat dibanding mengutak-atik skema komisi,” ujarnya.
Sementara itu, usulan pemotongan komisi menjadi 10 persen sebelumnya dilontarkan oleh Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI-P, Adian Napitupulu. Ia menilai bahwa perusahaan aplikator tidak menanggung biaya operasional pengemudi seperti pool, perawatan kendaraan, atau bantuan hukum saat pengemudi menghadapi masalah hukum di lapangan.
“Enggak punya tanggung jawab apa-apa, tapi bisa dapat 20 persen dari pendapatan driver. Ini perlu ditinjau ulang,” ujar Adian dalam rapat dengan pihak aplikator pada Rabu (5/3/2025).
Adian juga menilai bahwa aplikator kerap abai terhadap berbagai insiden yang menimpa mitranya, berbeda dengan perusahaan taksi konvensional yang dianggap lebih bertanggung jawab terhadap kesejahteraan pengemudinya.
Karena itu, ia mendorong agar revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (RUU LLAJ) dapat mengatur skema potongan komisi dan perlindungan yang lebih adil bagi driver transportasi online.