Sumber foto: Google

Ongkir dan Biaya Layanan Naik, Belanja Online Tak Lagi Murah!

Tanggal: 13 Mei 2025 22:50 wib.
Tampang.com | Belanja online yang dulu dikenal murah dan praktis kini mulai ditinggalkan sebagian konsumen. Penyebab utamanya adalah kenaikan ongkos kirim (ongkir) dan biaya layanan yang diterapkan sejumlah platform e-commerce besar sejak awal 2025.

Biaya tambahan tersebut, meskipun tidak diumumkan secara besar-besaran, mulai terasa oleh pengguna saat checkout. Bahkan, di beberapa kasus, biaya ongkir dan layanan hampir menyamai harga barang yang dibeli.

“Dulu saya bisa beli baju anak seharga Rp50.000 dan gratis ongkir. Sekarang ongkirnya Rp30.000, belum termasuk biaya layanan Rp5.000. Jadi total hampir dua kali lipat!” keluh Dwi, ibu rumah tangga di Semarang.

Konsumen Kecewa, Transparansi Dipertanyakan
Kebijakan kenaikan biaya ini dianggap tidak transparan. Banyak konsumen tidak menyadari bahwa biaya layanan yang dahulu tidak ada kini dimasukkan secara otomatis ke dalam transaksi.

“Platform digital harus mengedepankan etika. Konsumen berhak tahu kenapa harga tiba-tiba melonjak di halaman pembayaran,” ujar Luthfi Nurfadilah, pakar perlindungan konsumen dari Pusat Riset Ekonomi Digital (PREDIKT).

Pelaku UMKM Terhimpit
Tidak hanya konsumen, pelaku UMKM pun terdampak. Penurunan volume transaksi akibat mahalnya ongkir dan layanan membuat mereka harus menurunkan margin keuntungan agar tetap kompetitif.

“Kalau biaya layanan ke pembeli makin tinggi, pelanggan kabur. Tapi kalau kami yang tanggung, bisa tekor,” ungkap Irwan, penjual aksesoris online di Yogyakarta.

Solusi Jangka Pendek dan Panjang
Beberapa langkah yang bisa dipertimbangkan untuk mengatasi persoalan ini antara lain:



Regulasi ongkir dan biaya layanan oleh pemerintah agar lebih transparan dan adil.


Promosi subsidi ongkir kembali, khususnya untuk produk lokal dan UMKM.


Edukasi konsumen agar lebih cermat dalam memilih platform dan metode pengiriman.



Jika belanja online terus menjadi mahal dan tidak efisien, maka pasar digital nasional bisa kehilangan momentum pertumbuhan — dan masyarakat akan kembali ke pola belanja lama yang tidak selalu menguntungkan ekonomi digital.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved