Mobil Listrik China Mewarnai Pasar Otomotif Thailand Kalahkan Jepang
Tanggal: 31 Jul 2024 20:52 wib.
Pemerintah Thailand mengakui bahwa keputusan memberikan subsidi besar kepada produsen kendaraan listrik asal China, telah membawa dampak yang tidak diinginkan. Langkah tersebut bertujuan untuk mempercepat pembentukan ekosistem mobil listrik nasional, namun berakhir pada perang harga karena adanya kelebihan pasokan mobil listrik dari China. Hal ini menyebabkan mobil konvensional yang dirakit secara lokal mengalami penurunan produksi bahkan sampai pada penutupan pabrik.
Menurut laporan Asia Nikkei, dampak negatif dari subsidi ini sangat luas. Beberapa produsen suku cadang terpaksa tutup karena sebagian besar produsen kendaraan listrik China yang mendapatkan subsidi, enggan membeli komponen lokal. Departemen Cukai Thailand melaporkan bahwa sebanyak 185.029 unit kendaraan listrik telah diimpor sejak skema subsidi kendaraan listrik diperkenalkan pada tahun 2022 melalui Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China.
Dalam upaya membuat mobil listrik lebih terjangkau, Thailand menawarkan insentif sebesar 150.000 bath per kendaraan. Perjanjian ini juga mencabut tarif atas kendaraan listrik impor asal China yang akan dijual di Thailand, dengan syarat produsen tersebut harus memproduksi secara lokal di masa depan dengan jumlah yang sama dengan yang mereka impor sejak tahun 2022. Namun, data dari Departemen Transportasi Darat menunjukkan bahwa registrasi kendaraan listrik baru hanya mencapai 86.043 unit, menunjukkan bahwa setidaknya 90.000 unit kendaraan listrik masih kelebihan pasokan.
Presiden EVAT Krisda Utamote menyatakan, "Kami mengalami kelebihan pasokan kendaraan listrik karena banyak kendaraan listrik yang diimpor dari Tiongkok selama dua tahun terakhir (masih berada di persediaan diler)." Subsidi ini berdampak buruk pada sektor otomotif lainnya, yang mempekerjakan lebih dari 750.000 pekerja dan menyumbang sekitar 11 persen produk domestik bruto (PDB) Thailand. Penjualan kendaraan berbahan bakar fosil turun setelah subsidi kendaraan listrik menurunkan harga. Produsen mobil Jepang paling terkena dampak karena mereka memproduksi sekitar 90 persen kendaraan di negara tersebut.
Langkah ini juga mempengaruhi perekonomian Thailand secara luas, menyebabkan konsumen mengurangi pembelian untuk kebutuhan tersier seperti mobil. Federasi Industri Thailand melaporkan penjualan kendaraan turun 23 persen dalam lima bulan pertama tahun ini, jumlah terendah dalam satu dekade.
Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh produsen kendaraan, tetapi juga produsen suku cadang mobil. Pesanan suku cadang telah turun sebesar 40 persen sepanjang tahun ini seiring dengan pengurangan produksi mobil oleh pabrikan.
Honda, produsen mobil terbesar kedua di Jepang, mengumumkan akan menghentikan produksi kendaraan di pabriknya di provinsi Ayutthaya pada tahun 2025 dan mengkonsolidasikan operasi di pabriknya di provinsi Prachinburi. Langkah ini merupakan bagian dari rencana pengurangan produksi tahunan di Thailand menjadi 120.000 unit per tahun, turun dari 270.000 unit.
Langkah serupa dilakukan Subaru yang mengumumkan akan menghentikan operasi perakitan mobil di Thailand pada akhir tahun ini. Suzuki pun demikian, padahal dalam beberapa tahun lalu sempat menjadi salah satu kontributor lima terbesar pada penjualan otomotif di sana.
Dampak kebijakan subsidi mobil listrik dari China ini memberikan pelajaran berharga bagi Thailand. Pembentukan ekosistem mobil listrik nasional seharusnya dilakukan dengan mempertimbangkan kebijakan yang tidak hanya menguntungkan produsen kendaraan listrik asing, tetapi juga industri otomotif lokal. Thailand perlu mengevaluasi kembali kebijakan subsidi untuk memastikan keberlangsungan industri otomotif nasional dan menjaga keseimbangan antara produsen kendaraan listrik asing dengan produsen lokal.
Aksi yang diambil oleh Thailand untuk menyeimbangkan kembali pasar otomotifnya bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain yang tengah merintis industri mobil listrik. Dengan langkah yang tepat, Thailand bisa kembali menjaga industri otomotifnya dan juga mendukung perkembangan industri kendaraan listrik secara nasional. Di sisi lain, produsen kendaraan listrik asing juga harus mempertimbangkan dampak jangka panjang dari kebijakan subsidi terhadap industri otomotif lokal di negara yang mereka tuju. Dengan demikian, kebijakan subsidi dapat memberikan manfaat yang seimbang dan berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat.
Pemerintah Thailand memberikan subsidi besar pada produsen kendaraan listrik asal China, namun hal ini membawa dampak yang tidak diinginkan pada industri otomotif lokal. Subsidi tersebut mengakibatkan kelebihan pasokan mobil listrik dari China, mempengaruhi produksi mobil konvensional lokal dan menyebabkan penurunan penjualan kendaraan berbahan bakar fosil. Selain itu, produsen suku cadang juga mengalami dampak negatif akibat pengurangan produksi mobil oleh pabrikan.
Langkah-langkah emergensi, seperti pengurangan produksi dan penutupan pabrik, dilakukan oleh beberapa produsen mobil Jepang di Thailand. Dampak dari kebijakan subsidi ini memberikan pelajaran bagi Thailand untuk mengevaluasi kembali kebijakan ini demi keberlangsungan industri otomotif nasional.