Menteri PU Setuju Wacana Trunkan Tarif Tol SPM Buruk
Tanggal: 26 Jan 2025 11:21 wib.
Tampang.com | Kementerian Pekerjaan Umum (PU) tengah mempertimbangkan opsi untuk menurunkan tarif tol yang memiliki Standar Pelayanan Minimum (SPM) dengan klasifikasi buruk. Wacana ini muncul setelah adanya rekomendasi dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang meminta agar tol dengan kualitas pelayanan yang buruk dapat dikenakan tarif yang lebih rendah.
Menteri PU, Dody Hanggodo, mengungkapkan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mendorong perbaikan kualitas jalan tol yang tidak memenuhi standar pelayanan yang diharapkan. Dody menjelaskan bahwa saat ini, SPM untuk jalan tol di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri PU No. 16/PRT/M/2014, yang mengharuskan jalan tol memenuhi standar kualitas tertentu. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua tol dapat memenuhi standar tersebut, sehingga perlu ada langkah-langkah perbaikan yang jelas.
Dody Hanggodo menjelaskan bahwa kebijakan penurunan tarif untuk tol dengan SPM buruk dimaksudkan agar para operator tol terdorong untuk meningkatkan kualitas jalan dan pelayanan yang mereka berikan. "Kebijakan ini juga akan memberikan sinyal bahwa kualitas pelayanan yang buruk tidak dapat diterima, dan bahwa pengguna jalan harus mendapatkan kenyamanan yang layak sesuai dengan tarif yang mereka bayar," ujarnya.
Kualitas SPM tol mencakup berbagai aspek, mulai dari kondisi fisik jalan, keselamatan, hingga kemudahan akses. Jika suatu tol tidak memenuhi standar tersebut, maka wajar jika tarifnya tidak setara dengan pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu, langkah penurunan tarif dinilai sebagai cara yang tepat untuk memberikan insentif kepada Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) agar lebih memperhatikan kualitas jalan tol yang dikelola.
Namun, Menteri PU juga menekankan bahwa kebijakan ini perlu mempertimbangkan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) yang telah disepakati antara pemerintah dan Badan Usaha Jalan Tol (BPJT). PPJT sendiri mencakup perjanjian tentang pembagian keuntungan, waktu pengelolaan jalan tol, serta aspek finansial lainnya yang bisa terpengaruh oleh penurunan tarif tol.
"Penurunan tarif ini tentu harus dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan berbagai aspek, terutama yang terkait dengan kewajiban kontraktual yang telah disepakati antara pemerintah dan operator tol," tambah Dody.
Rekomendasi DPR untuk menurunkan tarif tol SPM buruk ini disambut baik oleh banyak kalangan. Beberapa pihak menyatakan bahwa tarif tol yang tinggi tidak sebanding dengan kualitas pelayanan yang diberikan, sehingga perlu ada kebijakan yang lebih adil untuk para pengguna jalan tol. Pengguna jalan tol di beberapa wilayah juga sering mengeluhkan kondisi jalan yang rusak atau tidak nyaman, meskipun mereka harus membayar tarif yang cukup tinggi.
Namun, di sisi lain, ada juga kekhawatiran dari pihak operator tol yang menyatakan bahwa penurunan tarif bisa berdampak pada kelangsungan operasional dan pengembalian investasi yang telah mereka lakukan. Oleh karena itu, dibutuhkan dialog yang konstruktif antara pemerintah, operator, dan masyarakat untuk menemukan solusi terbaik.
Kebijakan penurunan tarif tol dengan SPM buruk ini menjadi isu yang penting dalam perbaikan infrastruktur jalan tol di Indonesia. Selain memberikan dampak positif bagi pengguna jalan, kebijakan ini juga diharapkan bisa mendorong operator tol untuk lebih memperhatikan kualitas pelayanan. Dengan demikian, masyarakat dapat menikmati jalan tol yang lebih aman dan nyaman, sesuai dengan tarif yang mereka bayar.