Menkeu Purbaya Tolak Keras Utang Whoosh Dibayar Pakai APBN! Ini Alasan Aslinya!
Tanggal: 14 Okt 2025 22:17 wib.
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan sikap tegasnya menolak keras usulan untuk membayar utang perusahaan teknologi transportasi daring, Whoosh, menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Keputusan ini menuai perhatian publik dan menjadi sorotan dalam diskursus pengelolaan keuangan negara yang tengah menjadi perhatian utama pemerintah saat ini.
Latar Belakang Utang Whoosh dan Usulan Pembayaran via APBN
Whoosh, sebagai salah satu perusahaan rintisan (startup) di bidang transportasi digital, sempat mendapat sorotan luas setelah terungkap bahwa perusahaan ini memiliki beban utang yang cukup signifikan. Utang tersebut berasal dari berbagai sumber, termasuk pinjaman bank dan investor swasta, yang diperuntukkan untuk pengembangan layanan dan ekspansi usaha.
Seiring dengan dinamika bisnis yang dihadapi Whoosh, muncul usulan dari beberapa pihak agar pemerintah membantu pelunasan utang tersebut dengan menggunakan dana APBN. Tujuannya adalah agar Whoosh dapat tetap beroperasi dan mempertahankan lapangan kerja yang sudah tercipta.
Namun, usulan ini segera mendapat penolakan keras dari Menkeu Purbaya, yang menilai pembayaran utang perusahaan swasta melalui APBN tidak tepat dan berpotensi membahayakan kestabilan keuangan negara.
Alasan Keras Menkeu Purbaya Menolak Pembayaran Utang Whoosh Pakai APBN
Dalam beberapa kesempatan, Menkeu Purbaya menjelaskan beberapa alasan mendasar mengapa pembayaran utang Whoosh tidak boleh menggunakan APBN:
Prinsip Pengelolaan Keuangan Negara yang Ketat
APBN adalah dana publik yang harus dikelola dengan prinsip kehati-hatian, transparansi, dan akuntabilitas. Dana ini diperuntukkan untuk membiayai kebutuhan negara seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan program sosial yang berdampak luas bagi masyarakat. Menggunakan APBN untuk membayar utang perusahaan swasta akan mengabaikan prinsip tersebut dan dapat menimbulkan preseden buruk di masa depan.
Tidak Ada Kewajiban Negara atas Utang Swasta
Secara hukum, utang yang dimiliki Whoosh adalah tanggung jawab perusahaan tersebut dan para pemegang sahamnya, bukan negara. Negara tidak boleh menanggung risiko kegagalan bisnis swasta yang merupakan risiko yang harus dipikul oleh pelaku usaha dan investor.
Risiko Fiskal dan Beban Anggaran
Pembayaran utang Whoosh dengan APBN akan menambah beban fiskal negara yang sudah menghadapi berbagai tantangan ekonomi, termasuk tekanan inflasi dan kebutuhan pembiayaan pembangunan yang besar. Hal ini berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi makro dan menambah defisit anggaran.
Efek Moral Hazard
Jika pemerintah membayar utang perusahaan swasta dengan dana negara, hal ini dapat menciptakan moral hazard, yaitu perusahaan-perusahaan lain mungkin terdorong untuk mengandalkan bantuan negara jika menghadapi kesulitan keuangan. Ini jelas tidak sehat untuk iklim bisnis dan tata kelola yang baik.
Reaksi Publik dan Kalangan Pengamat
Penolakan keras Menkeu Purbaya ini mendapat respons beragam dari masyarakat dan pengamat ekonomi. Sebagian mendukung sikap tegas pemerintah yang menegakkan prinsip pengelolaan keuangan negara yang sehat. Mereka menilai bahwa dana publik harus diprioritaskan untuk kepentingan rakyat luas, bukan untuk menyelamatkan perusahaan yang salah kelola.
Namun, sebagian lainnya mengkritik bahwa pemerintah seharusnya menyediakan solusi lain untuk membantu Whoosh, terutama mengingat banyaknya tenaga kerja yang bergantung pada kelangsungan perusahaan tersebut. Mereka mendorong pemerintah untuk mencari skema bantuan yang lebih tepat tanpa membebani APBN.
Pengamat ekonomi, Dr. Rini Wulandari, menyatakan, “Penolakan pembayaran utang dengan APBN adalah keputusan yang tepat dari sisi fiskal. Namun, pemerintah perlu memfasilitasi dialog antara Whoosh dan kreditur untuk mencari solusi restrukturisasi yang adil dan berkelanjutan.”
Alternatif Solusi dari Pemerintah
Meskipun menolak keras pembayaran utang Whoosh menggunakan APBN, pemerintah tidak menutup kemungkinan membantu perusahaan startup seperti Whoosh melalui jalur lain yang lebih tepat. Misalnya, memberikan kemudahan regulasi, insentif fiskal, atau mendukung akses pembiayaan yang terjangkau.
Selain itu, pemerintah juga mendorong para pelaku industri startup untuk melakukan manajemen risiko yang baik dan transparan kepada investor dan kreditur. Dengan demikian, risiko bisnis dapat diminimalisir dan diantisipasi tanpa membebani negara.
Purbaya menegaskan, “Kami sangat mendukung pertumbuhan startup di Indonesia, tetapi bantuan pemerintah harus sesuai dengan regulasi dan prinsip keuangan negara yang sehat.”
Dampak Kebijakan terhadap Dunia Startup dan Investasi
Keputusan ini memberi sinyal kuat bahwa pemerintah Indonesia berkomitmen menjaga kesehatan fiskal dan tidak akan membiarkan APBN digunakan sebagai alat penyelamatan perusahaan swasta yang gagal mengelola keuangannya. Hal ini diharapkan dapat menciptakan iklim investasi yang lebih sehat dan bertanggung jawab.
Investor dan pelaku bisnis di sektor startup pun diharapkan semakin memperhatikan aspek manajemen risiko dan keberlanjutan usaha agar tidak mengandalkan bantuan pemerintah di masa sulit.
Tegas Menjaga APBN, Bijak Mendukung Startup
Penolakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terhadap pembayaran utang Whoosh menggunakan APBN adalah langkah tegas dalam menjaga kesehatan keuangan negara. Sikap ini menunjukkan bahwa APBN harus diprioritaskan untuk kepentingan nasional yang lebih luas dan tidak boleh digunakan untuk menutupi risiko bisnis swasta.
Namun, pemerintah tetap terbuka untuk memberikan dukungan yang konstruktif dan tepat bagi pertumbuhan dunia startup melalui mekanisme lain yang tidak membebani keuangan negara. Pendekatan ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem bisnis yang sehat, berkelanjutan, dan berorientasi pada masa depan.
Dengan kebijakan ini, Indonesia semakin menunjukkan komitmennya dalam mengelola keuangan negara secara profesional, sekaligus mendorong dunia startup untuk berkembang secara mandiri dan bertanggung jawab.