Menjelang Idul Adha, Harga Cabai dan Beras Meroket! Pemerintah Terlambat Bertindak?
Tanggal: 11 Mei 2025 09:57 wib.
Tampang.com | Menjelang Hari Raya Idul Adha 2025, masyarakat kembali dihadapkan pada melonjaknya harga kebutuhan pokok, terutama cabai dan beras. Di berbagai pasar tradisional, harga cabai rawit tembus Rp95.000 per kilogram, sedangkan harga beras medium naik hingga Rp14.500 per kilogram. Lonjakan ini menambah beban rumah tangga, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah.
Pola Berulang, Tapi Solusi Selalu Terlambat
Fenomena kenaikan harga menjelang hari besar keagamaan sebenarnya bukan hal baru. Namun, hingga kini, pemerintah belum menunjukkan kesiapan mengantisipasi lonjakan harga secara efektif.
“Ini pola yang sama tiap tahun. Tapi selalu saja pemerintah terlihat reaktif, bukan preventif,” kritik Fitri Handayani, ekonom dari INDEF.
Pasokan Terganggu, Distribusi Tidak Merata
Kementerian Perdagangan mengakui bahwa distribusi komoditas pangan terganggu akibat cuaca dan kelambatan suplai dari daerah sentra produksi. Namun, banyak pihak menilai bahwa lemahnya pengawasan di pasar menjadi celah bagi spekulan.
“Di saat pasokan terganggu, harga bisa dimainkan. Kalau pemerintah tidak hadir di lapangan, rakyat yang jadi korban,” ujar Fitri.
Dampaknya Langsung ke Dapur Masyarakat
Kenaikan harga cabai dan beras memiliki efek berantai terhadap pengeluaran harian rumah tangga. Banyak ibu rumah tangga terpaksa mengurangi belanja atau memilih bahan alternatif yang lebih murah.
“Cabai merah kami ganti pakai cabai bubuk. Beras pun beli yang kualitas lebih rendah,” kata Murni, warga Bekasi yang biasa belanja di pasar tradisional Kranji.
Intervensi Pasar Terlambat, Program Stabilisasi Tak Efektif
Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional telah menyalurkan beras SPHP dan cabai dari cold storage ke beberapa pasar. Namun, dampaknya belum merata karena distribusi lambat dan kuota terbatas.
“Yang datang ke pasar itu ribuan orang. Kalau intervensinya cuma ratusan kilogram, ya tidak terasa,” ujar pedagang di Pasar Senen, Jakarta.
Solusi: Perkuat Sistem Deteksi Dini dan Stabilitas Harga
Ekonom menyarankan agar pemerintah membangun sistem pemantauan harga dan pasokan yang real-time serta memperluas gudang distribusi di daerah. Peran BUMN pangan juga harus lebih proaktif di lapangan, bukan hanya administratif.
“Pemerintah harus hadir bukan saat krisis saja, tapi dari jauh-jauh hari,” tegas Fitri.