Sumber foto: iStock

Mengejutkan! Hanya 24% Perusahaan di Indonesia Naikkan Gaji Seiring Inflasi di 2024, Apa Artinya bagi Masa Depan Pekerja?

Tanggal: 4 Mei 2025 15:27 wib.
Di tengah situasi ekonomi yang masih penuh ketidakpastian dan tekanan global yang terus berlangsung, mayoritas perusahaan di Indonesia tampaknya mulai berhitung lebih cermat dalam memberikan apresiasi finansial kepada karyawannya. Hal ini terungkap dalam laporan teranyar bertajuk “Hiring, Compensation, and Benefits 2025” yang dirilis oleh Jobstreet by SEEK Indonesia. Salah satu temuan paling mencolok dari laporan ini adalah bahwa hanya 24% perusahaan di Indonesia yang memberikan kenaikan gaji yang setara atau melebihi laju inflasi sepanjang tahun 2024.

Menurut Wisnu Dharmawan, Sales Director Jobstreet by SEEK Indonesia, angka tersebut menunjukkan penurunan yang sangat tajam dibandingkan tahun sebelumnya. Ia mengungkapkan bahwa pada 2023, sekitar 86% perusahaan masih memberikan kenaikan gaji kepada karyawan mereka. Namun pada tahun ini, persentasenya menyusut drastis menjadi sekitar 75% perusahaan saja yang tetap memberikan kenaikan gaji, dan jumlah yang menaikkan gaji lebih dari 10% pun ikut merosot.

Fenomena ini mencerminkan tren baru dalam strategi kompensasi perusahaan. Kenaikan gaji yang dahulu dianggap sebagai hal rutin tahunan, kini berubah menjadi sesuatu yang semakin eksklusif dan bernilai lebih tinggi bagi pekerja. Wisnu menambahkan bahwa sebagian besar perusahaan saat ini hanya memberikan kenaikan gaji di kisaran 1-5% saja. Bahkan, jumlah perusahaan yang tidak memberikan kenaikan gaji sama sekali justru mengalami peningkatan.

Meski tren kenaikan gaji menurun, bukan berarti perusahaan tidak berupaya memberikan penghargaan kepada karyawannya. Sebagai alternatif, banyak perusahaan kini lebih mengandalkan bonus sebagai bentuk apresiasi. Dalam laporan yang sama, tercatat bahwa rata-rata jumlah bonus meningkat dari 2,4 bulan gaji menjadi 2,9 bulan gaji pada tahun 2024.

Menurut Wisnu, bonus dipandang lebih fleksibel dibandingkan kenaikan gaji tetap. Jika performa perusahaan dan karyawan baik, bonus bisa lebih besar. Sebaliknya, ketika kondisi bisnis sedang sulit, bonus dapat disesuaikan bahkan dikurangi tanpa perlu mengubah struktur gaji pokok. Kompensasi berbasis performa seperti ini mulai menjadi strategi utama, terutama di sektor-sektor yang sensitif terhadap fluktuasi pasar.

Laporan yang melibatkan lebih dari 1.200 profesional HR ini juga mencatat adanya upaya sebagian perusahaan untuk memperhitungkan faktor inflasi dalam kebijakan kenaikan gaji mereka. Namun sayangnya, hanya sekitar sepertiga dari perusahaan tersebut yang benar-benar mampu memberikan kenaikan gaji yang setara atau lebih tinggi dari inflasi.

Wisnu menjelaskan, hal ini menandakan adanya kesadaran dari perusahaan terhadap tekanan biaya hidup yang dihadapi karyawan, namun keterbatasan finansial membuat banyak dari mereka belum bisa memberikan kompensasi yang ideal. Ini menjadi dilema besar: antara ingin mempertahankan talenta dengan upah kompetitif, namun juga harus menjaga kesehatan keuangan perusahaan.

Fenomena ini tidak terlepas dari tren efisiensi operasional yang mulai banyak dilakukan perusahaan. Sepanjang 2024, sekitar 42% perusahaan mengaku melakukan pemangkasan jumlah tenaga kerja, naik signifikan dibanding tahun 2023 yang berada di angka 28%. Meski demikian, terdapat ironi menarik: sekitar 90% perusahaan masih berusaha mempertahankan atau bahkan menambah jumlah karyawan, namun dilakukan dengan pendekatan yang lebih strategis dan selektif.

Pola perekrutan pun mengalami pergeseran. Wisnu mengungkapkan bahwa kini semakin banyak perusahaan yang lebih berhati-hati dalam merekrut karyawan baru. Banyak dari mereka memilih untuk menawarkan posisi paruh waktu atau kontrak alih-alih perekrutan penuh waktu. Strategi ini dinilai lebih fleksibel dan menyesuaikan dengan dinamika pasar yang tidak menentu.

Struktur kompensasi juga mengalami transformasi. Perusahaan mulai lebih banyak menerapkan sistem kompensasi berbasis performa dan kebutuhan bisnis, bukan hanya senioritas atau masa kerja semata. Ini menjadi sinyal penting bahwa para pekerja harus semakin adaptif dan kompetitif untuk bisa terus bertahan dan berkembang di tengah pasar kerja yang semakin ketat.

Secara keseluruhan, laporan ini menjadi cermin dari realitas dunia kerja yang sedang berubah. Di satu sisi, perusahaan berusaha bertahan dalam badai ekonomi global, sementara di sisi lain, karyawan juga dituntut untuk semakin tangguh dan berdaya saing tinggi. Kombinasi antara tekanan inflasi, efisiensi SDM, dan tuntutan performa menjadikan 2024 sebagai tahun penuh tantangan bagi kedua belah pihak.

Dengan makin terbatasnya ruang kenaikan gaji, bonus berbasis performa dan fleksibilitas kerja menjadi kunci strategi kompensasi masa depan. Untuk para profesional, hal ini berarti perlunya membangun keterampilan, meningkatkan produktivitas, dan terus menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasar yang cepat berubah.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved