Sumber foto: Google

Mengapa Swasembada Pangan ala Prabowo Dianggap Salah Jalan

Tanggal: 28 Okt 2024 18:21 wib.
Presiden Prabowo Subianto menargetkan swasembada pangan dalam waktu 4-5 tahun melalui program food estate yang merupakan salah satu program prioritas pemerintahan saat ini. Namun, terdapat beberapa pandangan yang meyakini bahwa strategi tersebut telah menuai kritik dan dianggap sebagai langkah yang salah dalam upaya mencapai swasembada pangan di Indonesia. Hal ini diperkuat oleh data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa produksi beras nasional pada tahun 2018 mencapai angka 33,9 juta ton, tetapi pada 2023 angka tersebut turun drastis menjadi hanya 30,9 juta ton. Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan Indonesia tidak mampu mencapai swasembada pangan, terutama dalam hal produksi beras sendiri.

Salah satu faktor utama yang menjadi penyebab rendahnya produksi beras nasional adalah terkait dengan faktor cuaca. Musim kemarau yang panjang, banjir, dan bencana alam lainnya secara signifikan memengaruhi hasil panen padi di Indonesia. Faktor cuaca ini seringkali menjadi hambatan utama bagi petani dalam mencapai produksi yang stabil dan optimal. Selain itu, infrastruktur pertanian yang kurang memadai di beberapa daerah juga menjadi kendala tersendiri dalam upaya mencapai swasembada pangan.

Faktor kedua yang tak kalah penting adalah masalah pengelolaan lahan pertanian. Banyak kasus di mana lahan pertanian yang seharusnya subur dan produktif justru tidak optimal dimanfaatkan. Pemanfaatan lahan yang tidak efisien dan optimalkan menyebabkan produksi beras tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara memadai. Selain itu, sistem irigasi yang kurang baik juga menjadi masalah serius dalam pengelolaan lahan pertanian di Indonesia.

Selain faktor cuaca dan pengelolaan lahan, permasalahan lain yang tak kalah krusial adalah terkait dengan pembiayaan dan akses petani terhadap teknologi pertanian modern. Hal ini menjadi kendala utama dalam upaya peningkatan produksi beras di Indonesia. Keterbatasan akses terhadap modal usaha dan pembiayaan bagi para petani membuat mereka sulit untuk memperoleh teknologi pertanian yang modern, seperti penggunaan benih dan pupuk unggul, sistem irigasi yang canggih, dan teknologi pertanian lainnya yang dapat meningkatkan produktivitas pertanian.

Krisis pangan yang dihadapi Indonesia juga tidak lepas dari permasalahan terkait dengan kebijakan pemerintah. Beberapa aturan dan kebijakan yang tidak mendukung petani lokal, impor beras yang tidak terkendali, serta ketidakpastian harga jual hasil pertanian juga menjadi faktor utama yang memengaruhi rendahnya produksi beras nasional.

Dalam melihat persoalan swasembada pangan di Indonesia, perlu ada perubahan yang mendasar dalam pendekatan strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagai negara agraris dengan mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani, Indonesia seharusnya mampu mencapai swasembada pangan dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimilikinya. Upaya untuk mendukung petani lokal, meningkatkan ketersediaan teknologi pertanian modern, serta perbaikan infrastruktur pertanian harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah.

Dalam menghadapi tantangan swasembada pangan ini, perlu adanya sinergi antara pemerintah, petani, akademisi, dan sektor swasta dalam mencari solusi yang tepat. Langkah-langkah progresif yang berkelanjutan perlu diambil untuk mengatasi permasalahan yang menjadi hambatan dalam mencapai swasembada pangan. Dengan demikian, diharapkan Indonesia dapat mencapai swasembada pangan tanpa mengandalkan program-program yang tidak tepat sasaran.

Dalam upaya mencapai swasembada pangan, Indonesia diharapkan mampu menemukan solusi yang tepat melalui evaluasi mendalam terhadap faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya produksi beras nasional. Diperlukan kerjasama dan dedikasi dari berbagai pihak untuk menciptakan fondasi yang kokoh dalam mencapai swasembada pangan secara berkelanjutan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved