Konsumsi dan Ekspor Produk Olahan Kelapa Sawit Indonesia Meningkat, Namun Pasokan Menurun pada Maret 2025
Tanggal: 30 Mei 2025 22:56 wib.
Tampang.com, Indonesia – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) melaporkan adanya peningkatan signifikan dalam konsumsi dan ekspor produk olahan kelapa sawit, yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO), pada Maret 2025. Namun, di sisi lain, pasokan justru mengalami penurunan, memicu perhatian terhadap dinamika pasar sawit nasional.
Direktur Eksekutif GAPKI, Mukti Sardjono, menyampaikan bahwa produksi CPO mencapai 4.391 ribu ton pada Maret 2025, naik 15,9 persen dibandingkan Februari yang sebesar 3.789 ribu ton. Produksi PKO juga mengalami kenaikan dari 354.000 ton menjadi 417.000 ton.
“Sehingga total produksi CPO dan PKO Maret 2025 menyentuh 4.808 ribu ton, lebih tinggi 16,0 persen dari 4.144 ribu ton pada Februari 2025,” ujar Mukti melalui keterangan pers, Jumat (30/5/2025).
Meskipun terjadi peningkatan bulanan, jika dibandingkan secara tahunan, total produksi hingga Maret 2025 justru lebih rendah. Total produksi CPO dan PKO tercatat 13.135 ribu ton, atau turun 1,8 persen dari 13.379 ribu ton pada 2024.
Peningkatan Konsumsi Domestik
Konsumsi dalam negeri juga mengalami peningkatan pada Maret 2025. Mukti menjelaskan, konsumsi naik 114.000 ton menjadi 2.146 ribu ton dari 2.083 ribu ton pada Februari, atau naik 5,61 persen.
“Konsumsi biodiesel naik dari 1.003 ribu ton menjadi 1.075 ribu ton dan oleokimia naik 7.000 ton dari 175.000 ton menjadi 182.000 ton, sedangkan konsumsi untuk bahan pangan naik 35.000 ton dari 854.000 ton menjadi 889.000 ton,” paparnya.
Secara tahunan, konsumsi dalam negeri hingga Maret mencapai 6.049 ribu ton. Angka ini naik 6,04 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni 5.704 ribu ton. Konsumsi pangan tercatat 2.501 ribu ton (naik 4,41 persen), konsumsi oleokimia mencapai 554.000 ton (naik 0,9 persen), dan konsumsi biodiesel 2.994 ribu ton (naik 8,49 persen).
Kenaikan Ekspor dan Nilai Perdagangan
Ekspor produk sawit juga menunjukkan pertumbuhan. Pada Maret 2025, total ekspor mencapai 2.878 ribu ton, naik 75.000 ton dari Februari yang sebesar 2.803 ribu ton.
“Kenaikan ekspor terjadi pada semua produk kecuali CPO yang turun 77.000 ton dari 246.000 ton pada Februari menjadi 169.000 ton di Maret,” ujar Mukti.
Beberapa jenis produk olahan yang mengalami kenaikan ekspor antara lain:
Olahan PKO: naik dari 112.000 ton menjadi 167.000 ton (tumbuh 49,15 persen).
Olahan PO: naik dari 2.079 ribu ton menjadi 2.128 ribu ton.
Oleokimia: meningkat dari 364.000 ton menjadi 407.000 ton.
Dari sisi negara tujuan, ekspor ke China, India, Pakistan, dan Bangladesh menurun. Ekspor ke China turun menjadi 384.000 ton dari 434.000 ton, India turun menjadi 271.000 ton dari 387.000 ton, Pakistan turun menjadi 234.000 ton dari 361.000 ton, dan Bangladesh turun menjadi 147.000 ton dari 194.000 ton.
Sebaliknya, ekspor ke Uni Eropa (EU) naik menjadi 343.000 ton dari 298.000 ton. Ekspor ke Amerika Serikat naik menjadi 249.000 ton dari 153.000 ton, dan ekspor ke Timur Tengah juga naik dari 113.000 ton menjadi 159.000 ton.
Nilai ekspor sepanjang Maret 2025 tercatat 3,283 miliar dollar AS (sekitar Rp 54,1 triliun), naik 2,84 persen dari Februari yang sebesar 3,192 miliar dollar AS (sekitar Rp 52,15 triliun).
“Kenaikan nilai ekspor juga didukung dengan kenaikan harga CPO dari 1.232 dollar AS per ton pada bulan Februari menjadi 1.251 dollar AS per ton. Dan untuk nilai rupiahnya juga disebabkan selain kenaikan harga, juga kenaikan nilai tukar dollar AS terhadap rupiah dari Rp 16.338 per dollar pada bulan Februari menjadi Rp 16.474 per dollar AS,” kata Mukti.
Dengan peningkatan konsumsi dan ekspor, stok akhir Maret 2025 tercatat 2.036 ribu ton. Angka ini turun 213 ribu ton dibandingkan Februari yang sebesar 2.249 ribu ton, menunjukkan penipisan pasokan di tengah tingginya permintaan