Kimia Farma Akan Menutup 5 Pabrik, Perhitungkan Jumlah Karyawan Terdampak PHK
Tanggal: 26 Jun 2024 15:57 wib.
Emiten farmasi plat merah PT Kimia Farma Tbk (KAEF) berencana menutup lima dari 10 pabrik fasilitas produksi. Keputusan ini menimbulkan kalkulasi terhadap jumlah karyawan yang mungkin terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Direktur Produksi dan Supply Chain Kimia Farma, Hadi Kardoko, menyampaikan bahwa kini perusahaan sedang mengkalkulasi dampak terhadap karyawan yang mungkin terjadi akibat rencana penutupan pabrik. Dalam public expose KAEF di Jakarta, Hadi menyatakan, "Terkait karyawan saat ini sedang kami kalkulasi terkait dampak nanti yang akan terjadi (PHK), intinya ketika nanti memang terjadi kami tetap melakukan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku."
Selain menghitung dampak terhadap karyawan, Kimia Farma tetap memperhatikan hak-hak karyawan sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku. Hadi menjelaskan, "Kalau memang nantinya ada dampak terhadap rasionalisasi ke pegawai Kimia Farma, kami memperhatikan hak-hak karyawan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan itu komitmen kami jika terjadi hal-hal tersebut (PHK)."
Rasionalisasi Fasilitas Produksi
Hadi menjelaskan bahwa penutupan pabrik merupakan bagian dari rasionalisasi fasilitas produksi sebagai respons terhadap berbagai tantangan yang dihadapi perusahaan. Alasan utama yang menjadi landasan keputusan ini adalah reorientasi bisnis, restrukturisasi keuangan, dan efisiensi. "Salah satu cara kita melakukan efisiensi kita lakukan rasionalisasi fasilitas produksi. Yang saat ini ada 10 fasilitas produksi akan kita rasionalisasi menjadi 5, tujuan utama kita adalah untuk meningkatkan utilisasi pabrik," ungkap Hadi.
Kimia Farma berharap bahwa dengan melakukan rasionalisasi fasilitas produksi, perusahaan dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan mengurangi biaya operasional untuk mencapai efisiensi yang lebih baik. Menurut Hadi, "Saat ini utilisasi kita, kurang dari 40 persen, dan nanti dengan penataan ini akan meningkatkan utilisasi kita. Tentunya akan di atas 40 persen dan terjadi proses efisiensi yang lebih baik."
Proses rasionalisasi ini membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu 2-3 tahun, untuk mempertimbangkan aspek kontinuitas operasional dan kepatuhan terhadap aturan perundang-undangan yang berlaku. Hadi menjelaskan, "Di bisnis farmasi ini, ketika menutup pabrik tentu tidak bisa ditutup begitu saja. Kita harus mempertimbangkan aturan dari regulasi, baik dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) maupun regulasi terkait."
Kimia Farma juga memperhatikan ketersediaan obat di masyarakat dalam proses penutupan pabrik agar tidak terjadi kelangkaan obat. Hal ini menjadi pertimbangan penting selain faktor regulasi. "Terkait penutupan pabrik, kita juga tetap memperhatikan ketersediaan obat di masyarakat, jangan sampai kita menutup pabrik namun ketersediaan obatnya menjadi terganggu. Itu pertimbangan kami mengapa kami membutuhkan waktu 2-3 tahun selain faktor regulasi," tegas Hadi.
Reorientasi bisnis, restrukturisasi keuangan, dan efisiensi menjadi poin penting dalam keputusan Kimia Farma menutup sebagian pabriknya. Selain itu, perhatian terhadap dampak terhadap karyawan dan ketersediaan obat bagi masyarakat menegaskan komitmen perusahaan dalam menjalankan kebijakan penutupan pabrik secara bertanggung jawab.
Dengan penutupan pabrik yang direncanakan, diharapkan Kimia Farma dapat mengoptimalkan kapasitas produksi, meningkatkan efisiensi, dan tetap menjaga keberlangsungan dan ketersediaan produk farmasi bagi masyarakat. Kebijakan ini juga merupakan bagian dari upaya Kimia Farma untuk meningkatkan daya saing perusahaan di tengah dinamika pasar farmasi yang terus berkembang.