Kemana Perginya Para Raksasa E-Commerce? Bongkar Alasan 10 Platform Digital Ini Gulung Tikar di Indonesia
Tanggal: 17 Apr 2025 09:17 wib.
Dalam beberapa tahun terakhir, lanskap industri e-commerce di Indonesia mengalami perubahan besar-besaran. Beberapa pemain besar yang dulunya meramaikan persaingan pasar digital kini memilih untuk hengkang atau mengalihkan fokus bisnis mereka. Fenomena ini menjadi bukti bahwa bertahan di industri digital bukan hanya soal teknologi, tapi juga strategi yang adaptif dan kemampuan bersaing yang tajam.
Salah satu langkah mengejutkan datang dari Bukalapak, startup lokal yang sempat menyandang status unicorn. Pada awal tahun 2025, Bukalapak secara resmi mengumumkan penghentian layanan marketplace-nya. Platform ini kini beralih fokus ke layanan produk virtual seperti penjualan pulsa, token listrik, pembayaran BPJS, serta layanan lain di sektor mitra dan gaming. Langkah ini merupakan bagian dari strategi bisnis jangka panjang mereka yang menargetkan keberlanjutan dan profitabilitas.
Namun, Bukalapak bukanlah satu-satunya pemain yang memutuskan mundur dari pasar e-commerce konvensional. Setidaknya ada sembilan perusahaan lain yang memilih menutup layanan mereka dengan berbagai alasan. Dari ketatnya persaingan dengan raksasa lokal hingga kegagalan beradaptasi dengan tren pasar, inilah daftar lengkap e-commerce yang akhirnya menyerah di tengah kerasnya persaingan digital Indonesia:
1. Blanja.com
Didirikan sebagai kolaborasi antara Telkom dan eBay, Blanja.com resmi menutup layanannya pada 1 September 2020. Alasan utama penutupan adalah perubahan arah strategis perusahaan yang sebelumnya juga dikenal dengan nama Plasa.com.
2. Elevania
Elevania adalah hasil kerja sama antara XL Axiata dan SK Planet dari Korea Selatan. Setelah hampir satu dekade beroperasi, platform ini tutup pada tahun 2023 karena tidak mampu mempertahankan posisi di pasar yang semakin padat.
3. Qlapa
Diluncurkan pada 2015, Qlapa memfokuskan diri pada produk-produk kerajinan tangan lokal. Sayangnya, bisnis ini tidak mampu menandingi dominasi Tokopedia dan Bukalapak, hingga akhirnya ditutup pada 2019.
4. Rakuten Indonesia
E-commerce asal Jepang ini menutup operasionalnya setelah lima tahun hadir di Indonesia. Pergeseran model bisnis yang tidak sejalan dengan strategi awal menjadi salah satu penyebab utama penutupan layanan mereka.
5. Cipika
Dimiliki oleh Indosat, Cipika hanya mampu bertahan selama tiga tahun sebelum akhirnya berhenti pada 2017. Lambatnya pertumbuhan platform menjadi salah satu faktor utama kegagalannya.
6. Multiply
Awalnya Multiply adalah media sosial yang kemudian beralih menjadi e-commerce. Namun, meskipun sempat populer, perkembangan Multiply tidak memuaskan, dan investor utama, Naspers, akhirnya menghentikan dukungan dana.
7. MatahariMall.com
Transformasi dari Matahari.com menjadi MatahariMall.com pada 2015 ternyata tak membuahkan hasil maksimal. Perusahaan kemudian memutuskan untuk hanya menjual produk-produk milik grup Matahari dan tidak lagi membuka platform untuk pihak ketiga.
8. Toko Bagus (OLX)
Toko Bagus memang tidak sepenuhnya tutup, melainkan berganti nama menjadi OLX pada 2014. Namun dalam beberapa tahun terakhir, OLX juga menyempitkan fokusnya hanya pada jual beli kendaraan melalui OLX Autos karena tekanan persaingan.
9. JD.id
Platform ini resmi menghentikan layanannya pada tahun 2023. JD.com sebagai induk perusahaan memutuskan untuk lebih fokus mengembangkan jaringan logistik lintas negara daripada mempertahankan pasar e-commerce di Indonesia. Langkah ini dilakukan setelah serangkaian PHK dan penutupan layanan logistik sebelumnya.
10. Bukalapak
Langkah Bukalapak untuk menghentikan layanan jual beli produk fisik terjadi pada Januari 2025. Meski terkesan mendadak, keputusan ini ternyata didasari data internal yang menunjukkan bahwa kontribusi produk fisik hanya menyumbang kurang dari 3% terhadap total pendapatan.
Manajemen Bukalapak menyatakan bahwa fokus ke produk digital dan layanan virtual adalah bagian dari upaya mencapai EBITDA positif, yaitu indikator keuangan penting untuk melihat apakah perusahaan bisa bertumbuh secara berkelanjutan tanpa terus-terusan membakar dana investor.
Apa yang Salah dengan E-Commerce di Indonesia?
Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa sekadar memiliki platform e-commerce bukan jaminan kesuksesan. Beberapa penyebab umum kegagalan para pemain ini antara lain:
Tidak bisa bersaing dengan pemain besar lokal seperti Tokopedia dan Shopee.
Model bisnis yang tidak sesuai dengan preferensi pasar Indonesia.
Kurangnya inovasi produk dan adaptasi terhadap tren konsumen.
Masalah operasional seperti logistik dan dukungan pelanggan yang tidak optimal.
Dalam dunia e-commerce yang berubah cepat, hanya perusahaan yang benar-benar memahami pasar, mampu berinovasi, serta punya fondasi keuangan yang kuat yang dapat bertahan.
Transformasi Bukalapak: Belajar dari Masa Lalu, Fokus ke Masa Depan
Meski tidak lagi menjadi marketplace konvensional, Bukalapak tidak benar-benar "tutup". Perusahaan ini tetap menjalankan layanan seperti Mitra Bukalapak, platform investasi, dan produk digital lainnya. Fokus ini memungkinkan Bukalapak untuk lebih mengoptimalkan segmen-segmen yang selama ini lebih menguntungkan dan memiliki potensi pertumbuhan tinggi.
Langkah ini bisa jadi contoh bahwa terkadang, perubahan besar memang dibutuhkan demi kelangsungan bisnis. Dalam era digital, bertahan bukan soal siapa yang paling besar, tapi siapa yang paling adaptif.