Sumber foto: Pinterest

Kebijakan Ekonomi Hijau: Realita atau Retorika Politik?

Tanggal: 17 Apr 2025 09:13 wib.
Dalam beberapa tahun terakhir, konsep ekonomi hijau semakin mendominasi wacana kebijakan publik di banyak negara. Kebijakan ekonomi hijau diharapkan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sembari memerangi perubahan iklim yang kian mendesak. Namun, muncul pertanyaan besar: apakah kebijakan ini benar-benar berfungsi sebagai jalan keluar nyata, atau sekadar retorika politik untuk menarik perhatian masyarakat?

Ekonomi hijau didefinisikan sebagai suatu sistem ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia sekaligus mengurangi risiko lingkungan, terutama dalam konteks perubahan iklim. Melalui politik lingkungan yang tepat, kebijakan iklim yang diadopsi seharusnya mampu mengurangi emisi gas rumah kaca dan memperkuat resiliensi terhadap bencana alam. Mengingat urgentnya perubahan iklim, di hampir setiap negara, langkah-langkah untuk mendukung transisi menuju ekonomi hijau menjadi topik yang sangat relevan.

Namun, dalam praktiknya, penerapan ekonomi hijau seringkali dihadapkan pada berbagai tantangan. Beberapa negara menunjukkan komitmen yang kuat untuk menerapkan kebijakan iklim dengan menciptakan insentif bagi industri ramah lingkungan. Namun, seringkali, langkah-langkah ini terhambat oleh kepentingan ekonomis jangka pendek yang lebih mengejar keuntungan langsung. Sektor energi fosil, misalnya, masih mendapatkan dukungan besar dari negara-negara yang bergantung padanya, sementara investasi dalam energi terbarukan belum sepenuhnya maksimal.

Politik lingkungan juga menjadi faktor penting dalam membentuk kebijakan ekonomi hijau. Di banyak negara, ada kekuatan lobi yang kuat yang menentang pengurangan ketergantungan terhadap sumber daya tidak terbarukan. Hal ini menjadikan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat diperlukan untuk mengembangkan kebijakan yang benar-benar mendukung transisi menuju ekonomi hijau. 

Sebagai contoh, pada KTT Iklim (COP) yang diadakan secara rutin, kita menyaksikan banyak negara berjanji untuk mengurangi emisi CO2 dan berinvestasi dalam teknologi hijau. Namun, tindakan konkret sering kali tidak sesuai dengan janji yang dibuat, menciptakan skeptisisme di kalangan aktivis lingkungan dan masyarakat umum. Banyak yang berpandangan bahwa sejumlah besar keterlibatan pemerintah dalam kebijakan iklim hanyalah untuk kepentingan citra, tanpa disertai aksi nyata.

Dalam konteks Indonesia, kebijakan ekonomi hijau juga dihadapkan pada tantangan yang serupa. Di satu sisi, pemerintah berusaha untuk menjadi pionir dalam melestarikan lingkungan dengan berbagai program seperti penanaman mangrove dan pengembangan energi terbarukan. Di sisi lain, industri berbasis sumber daya alam yang intensif masih menjadi pilar utama perekonomian negara. Ini menimbulkan dilema antara ekonomi pertumbuhan dan kelestarian lingkungan.

Di tengah dinamika ini, penting untuk melihat apakah dorongan untuk kebijakan ekonomi hijau dapat menghasilkan perubahan struktural yang berarti. Dengan mengedepankan pendekatan inovatif, mendukung riset dan pengembangan, serta melibatkan masyarakat luas, mungkin kita akan menemukan realitas di balik retorika politik yang selama ini mendominasi wacana kebijakan iklim.

Pada akhirnya, tantangan yang dihadapi oleh kebijakan ekonomi hijau adalah compromise antara kepentingan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Hanya dengan keterlibatan semua pihak dalam menciptakan iklim politik yang mendukung, transformasi menuju ekonomi yang lebih hijau bisa saja menjadi kenyataan, bukan sekadar retorika belaka. Ketika angka-angka dan data menunjukkan dampak nyata dari perubahan yang dilakukan, mungkin kritik terhadap politik lingkungan ini dapat dibantah oleh bukti kesuksesan yang terukur.
 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved