Sumber foto: iStock

Katanya Ekonomi Lesu, Kenapa Konser Laris & Labubu Laku?

Tanggal: 4 Okt 2024 11:03 wib.
Perekonomian Indonesia sedang mengalami gejala kelesuan yang cukup kentara, dengan mencatat tingkat inflasi terendah dalam tiga tahun pada bulan September dan lima bulan deflasi beruntun. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan krisis ekonomi seperti pada krisis moneter 1998. Meskipun pertumbuhan ekonomi masih positif, namun terindikasi melambat dan diprediksi akan semakin melambat di kuartal III-2024. Gejala kelesuan ini tercermin dari berbagai data ekonomi yang sudah dipublikasikan.

Meskipun begitu, di tengah kelesuan ekonomi, terdapat fenomena yang menarik, yaitu larisnya konser musik artis baik lokal maupun mancanegara, serta tingginya minat pembelian boneka viral Labubu. Fenomena ini seolah menjadi anomali mengingat berbagai indikator ekonomi yang cenderung suram. Pertanyaannya adalah, mengapa konser musik yang dihargai jutaan rupiah bisa laris, begitu juga dengan pembelian boneka Labubu yang harganya puluhan juta rupiah? Apakah hal ini sekadar pergeseran fokus belanja masyarakat ke hal-hal tersier?

Fenomena ini dapat dijelaskan dengan istilah "Lipstick Effect". "Lipstick Effect" pertama kali diperkenalkan oleh profesor Juliet Schor dalam bukunya "The Overspent American" pada tahun 1998. Konsep ini menggambarkan bahwa ketika situasi peredaran uang terbatas, seseorang cenderung lebih banyak membelanjakan uang untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu penting namun memberikan kepuasan di tengah ketidakpastian. Produk-produk tersebut termasuk lipstik, skincare, make up, parfum, kopi, tiket konser musik, dan juga boneka seperti Labubu.

Terlepas dari isu kesenjangan ekonomi yang masih tinggi di Indonesia, fenomena ini telah terbukti di negara-negara lain. Bahkan, fenomena "Lipstick Effect" telah menjadi panduan bagi perusahaan kosmetik ternama dalam menghadapi situasi ekonomi yang sulit. Beberapa studi juga menunjukkan bahwa penjualan produk kecantikan, termasuk lipstik, dapat menjadi indikator dari resesi ekonomi.

Di Indonesia, selain konser musik dan pembelian boneka yang masih diminati, penjualan produk kecantikan terutama lipstik juga mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pasar produk bibir mencapai Rp1,2 triliun dengan 42,6 juta produk terjual melalui e-commerce. Selain itu, penjualan produk kecantikan secara keseluruhan juga mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia, meskipun menghadapi krisis ekonomi, masih memiliki kecenderungan untuk membeli produk kecantikan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan dan pelarian dari ketidakpastian ekonomi.

Selain itu, data BPS juga mencatat bahwa kelompok pengeluaran perawatan pribadi dan jasa lainnya mengalami inflasi yang tinggi, menunjukkan adanya permintaan yang mendorong produsen menaikkan harga. Fenomena yang serupa juga terjadi pada kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya yang mencatat inflasi saat perekonomian mengalami kelesuan.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved