JK Optimis Ekonomi Tahun 2018 Bakal lebih Baik
Tanggal: 3 Nov 2017 04:26 wib.
Tampang.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) optimistis prospek perekonomian Indonesia tahun 2018 bakal lebih baik. Kondisi itu didukung sejumlah indikator ekonomi dan politik menunjuk tanda-tanda positif.
Harga-harga komoditas sejak medio 2014 tertekan, mulai menunjuk perbaikan. Lonjakan harga komoditas menyusul ekonomi global mulai membaik. Itu kemudian memantik harga batu bara dan sawit menggeliat. Harga batu bara mendekati USD 100 per ton dan harga sawit USD 600 per ton, meski pernah jatuh USD 450 per ton.
”Itu menggairahkan pasar ekspor dan mendongkrak penerimaan pajak,” tutur Wapres Jusuf Kalla menghadiri Breakfast Meeting bertitel Prospek Ekonomi Indonesia 2018, gelaran Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Hotel Arya Duta, Jakarta kemarin.
Di samping itu, harga minyak juga telah meningkat menjadi USD 55 per barel. Selanjutnya, peringkat kemudahan berinvestasi atau Ease of Doing Business (EODB) bertengger di posisi 72 dari total 190 negara. Selain itu, indikator makroekonomi Indonesia stabil, dengan tingkat inflasi terjaga di kisaran 3-4 persen.
Pada Oktober 2017, tingkat inflasi berada di level 3,07 persen, lebih baik dari Oktober 2016 di posisi 3,31 persen. Itu jauh lebih baik dibanding beberapa tahun lalu pernah menyentuh 10 persen dan membuat suku bunga naik. Indeks pasar modal, kepercayaan Fitch, S&P, angkanya juga bagus yaitu BBB. ”Jadi, tidak ada alasan untuk tidak tumbuh tahun depan,” ujar JK.
JK menggaransi situasi politik nasional kondusif. Biasa dalam kultur politik nasional, dimana dukungan masyarakat kepada partai politik tergolong cair. Dan, tokoh-tokoh politik kalau terlibat perselisihan hanya saat pelaksanaan pesta demokrasi. Namun, setelah selesai pesta demokrasi kembali berkumpul dan bergabung. ”Saya katakan Indonesia selalu stabil. Kita kalau ada konflik selalu berhasil diatasi,” garansi JK.
Hal senada diungkap Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo. Agus menyebut pertumbuhan ekonomi akan sesuai ekspektasi. Sejak 5 tahun terakhir, ekonomi tumbuh cukup baik. Ekonomi masih berkonsentrasi di pulau Jawa 5,5 persen dengan manufakturing, di luar jawa tergantung komoditi.
Dalam 2 tahun terkahir, inflasi terkendali 3,3 persen 2015 dan, 3,02 persen pada 2016. Dibanding 3-4 tahun lalu, inflasi 8 persen. Nah, Oktober tahun ini, inflasi secara month to month (mtm) tumbuh 0,01 persen dan secara year on year 3,8 persen. Untuk tingkat Asean, dalam 6 tahun terakhir inflasi selalu bercokol 5,3 persen. Jauh di bawah Thailan dan Malaysia di bawah 3 persen. ”Jadi, kalau saat ini sudah 3,3 persen harus tetap dijaga,” ucap Agus.
Apalagi bilang Agus, Mei 2017 lalu, lembaga pemeringkat S&P menyematkan rating investment grade. Kemudian, nilai tukar tahun lalu berada diperingkat dua terbaik Asia. Saat ini, secara year to date (YTD) rupiah terdepreasi 1 persen, alias stabilitas rupiah terjaga dengan baik. Bandingkan misalnya tahun 2013-2014, rupiah kala itu terkoreksi hingga 21 persen.
Nah, kalau ada tekanan tiga minggu terakhir dari luar, itu karena pemerintah AS berencana memangkas pajak dari 35 persen menjadi 20 persen. Dan, rencana tersebut mendapat dukungan parlemen. Kemudian ada pekulasi pergantian gubernur The Fed Februari mendatang.
Pasar melihat figur apakah akan ekspansif atau sama dengan Jennet Yellen. ”Ya, pasar menimbang sosok siapa yang akan menduduki posisi Gebernur The Fed, menggantikan Jennet Yellen,” ulas Agus.
Secara umum sambung Agus, setelah investment grade, tahun lalu dana masuk tercatat Rp 120 triliun, lalu tahun ini hingga Oktober terakumulasi Rp 130 triliun. Perlu diwaspadai transaksi berjalan, ekspor dibanding impor. Transaksi berjalan sejak edisi 2012 terus negatif, sedang negara-negara tetangga surplus. Jadi, ekspor harus lebih baik dari impor sehingga nerca pembayaran positif, tahun lalu USD 12 miliar. ”Dan, tahun ini diperkirakan surplus USD 9 miliar,” tukasnya.
Sejatinya sambung Agus, neraca perdagangan positif. Pada semester pertama tahun ini sudah surplus UDS 10 miliar. Perlu diwaspadai transaksi berjalan itu diikuti neraca jasa. Di mana, jasa transportasi memakai luar negeri. Itu menyebabkan tekanan pada neraca jasa. Kemudian, asuransi juga demikian, reasuransi hampir seluruhnya lari keluar negeri. Efeknya, ada defisit pada asuransi dan transportasi.
Selain itu, ada tekanan dipendapatan yang tecermin dari pendapatan keluar saat membayar bunga karena surat utang dimiliki asing, dan ada banyak forign direct investmen ke ind, dan indonesia harus bayar deviden keluar. ”Tahun depan ekonomi optimistis tumbuh 5,1-5,5 persen. Parlemen setuju 5,4 persen sejalan proyeksi BI. Inflasi akan berada di kisaran 3,5 plus minus 1 persen, stabilitas sistem keuang dan makro ekonomi positif,” yakin mantan Direktur Bank Mandiri itu.
Ketua Kadin Rosan Roeslani kurang lebih mengutarakan hal serupa. Kendati begitu, Rosan mengingatkan ada yang perlu diperhatikan. Pertama soal kebijakan pemerintah tidak konsisten. Inkonsistensi kebijakan pemerintah pusat itu, menghambat investor menanam modal di indonesia. Kalau sekadar demo tidak masalah, karena demo telah masuk salah satu faktor dan pertimbangan pengusaha. ”Problemnya, kebijakan berubah-ubah. Itu berdampak langsung pada kegiatan bisnis pengusaha,” beber Rosan.
Selanjutnya, kedua persoalan kebijakan tenaga kerja. Kalau investasi di indonesia dan pabrik tutup, investor harus membayar kompensasi 32 kali gaji. Dan, itu tidak pernah ada dibelahan dunia lain. Kebijakan tenaga kerja itu sangat menghambat iklim investasi. ”Tetapi kenaikan upah sudah ada formulasi, dan diharap pemerintah konsisten dengan kenaikan itu,” tegasnya.
Kendala berikutnya kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Pemda) sering bertentangan. Misalnya, kebijakan pusat psotif dan bagus, tetapi saat membangun pabrik di daerah banyak kebijakan pemda membebani pengusaha. Kondisi itu harus diselaraskan karena menjadi kendala utama dan membebani pelaku usaha. ”Belum lagi, kalau deket-deket pilkada, banyak kebijakan untuk merebut suara. Misalnya, 50 persen harus asli daerah padahal dari segi keahlian tidak memenuhi syarat,” ingatnya.
Selanjutnya, para investor cukup khawatir dengan agresifitas Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak. Terutama investor existing mendapat peringatan berkategorikan tax crime. Sebagai, pengusaha mengerti dengan kondisi yang terjadi. Tetapi, praktik penarikan pajak harus dengan cara-cara positif, terbuka dan, elegan. ”Kebijakan kementerian juga tidak boleh sendiri-sendiri. Kalau ada pelanggaran dari pengusaha ya didenda, karena kalau ditutup dampaknya pada pekerja,” tegas Roslan.