IUE-CEPA Mandek 8 Tahun, Airlangga Beberkan Penyebabnya
Tanggal: 3 Okt 2024 05:28 wib.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa negosiasi perjanjian dagang antara Indonesia dan Uni Eropa, yang dikenal dengan sebutan IEU-CEPA, telah mengalami kebuntuan selama 8 tahun. Airlangga menyebutkan bahwa terdapat tiga faktor utama yang menjadi penyebab mandeknya perjanjian tersebut, yakni masalah perpajakan, bea keluar, dan impor. Menurutnya, ketiga hal ini tidak pernah menjadi fokus utama dalam tahap awal perundingan.
Pada saat perundingan awal dilakukan dengan Uni Eropa sembilan tahun lalu, topik seputar transmisi elektronik perpajakan dan pembahasan mengenai bea keluar serta impor tidak pernah muncul. Hal ini diungkapkan Airlangga dalam sebuah sarasehan bersama Kadin di Menara Kadin pada hari Rabu, 2 Oktober 2024.
Airlangga menekankan bahwa pemerintah memiliki keinginan untuk meningkatkan volume ekspor tanpa diimbangi dengan peningkatan volume impor. Untuk mencapai keseimbangan tersebut, perjanjian dagang yang dijalin haruslah memperhatikan kedua aspek tersebut. Dia memberikan contoh bahwa Indonesia telah berhasil mencapai keseimbangan perdagangan dengan Tiongkok melalui perjanjian dagang, di mana Indonesia memiliki surplus perdagangan sekitar 2 miliar dolar AS dengan Tiongkok.
Dalam konteks IEU-CEPA, Airlangga menyatakan bahwa perjanjian ini sebenarnya tinggal menunggu persetujuan dari pihak Uni Eropa. Namun, fakta bahwa perundingan terkait IEU-CEPA telah dilakukan sebanyak 19 kali sejak 2016 menunjukkan bahwa terdapat kendala-kendala yang mempersulit proses tersebut.
Airlangga juga menyoroti fakta bahwa industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia mengalami bea masuk sebesar 20%, sementara produk serupa yang berasal dari Vietnam dikenakan bea masuk 0%. Hal ini menyebabkan ketidakadilan bagi industri TPT Indonesia dan menjadi salah satu poin yang masih diperdebatkan dalam perundingan IEU-CEPA.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) telah menegaskan bahwa pihaknya terus mendesak agar negosiasi IEU-CEPA dapat diselesaikan dalam bulan ini. Zulhas menyatakan bahwa perubahan kepemimpinan di Indonesia, terutama dengan presiden terpilih Prabowo Subianto, akan semakin menantang dalam menyelesaikan perjanjian dagang tersebut.
Selain itu, pemerintah yang akan datang juga berencana untuk menerapkan program B50, yang melibatkan penggunaan 50% solar yang dicampur dengan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) sebagai biodiesel. Hal ini diharapkan mampu mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor solar.
Menyadari bahwa penyelesaian perjanjian IEU-CEPA menjadi semakin penting di tengah perubahan kebijakan pemerintahan, pihak Indonesia tidak melakukan ultimatum kepada Uni Eropa, namun terus memberikan tekanan untuk menyelesaikan perjanjian tersebut. Zulhas menegaskan bahwa pemerintah baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto juga memandang penting untuk menyelesaikan perjanjian dagang yang merupakan salah satu poin utama kampanye presiden terpilih tersebut.
Perjanjian IEU-CEPA telah menjadi fokus perdebatan yang kompleks di meja perundingan. Salah satu isu utama yang dipertentangkan adalah terkait sektor agribisnis, terutama kelapa sawit. Uni Eropa telah menganggap produksi kelapa sawit di Indonesia sebagai salah satu penyebab deforestasi dan perubahan iklim, sementara Indonesia menyatakan bahwa industri kelapa sawit memainkan peran penting dalam ekonomi nasional dan telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan keberlanjutan produksi.
Keberadaan kendala perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa menjadi sangat penting mengingat Uni Eropa merupakan salah satu mitra dagang terbesar bagi Indonesia. Perbedaan pandangan kedua belah pihak menunjukkan bahwa perjanjian IEU-CEPA bukanlah hal yang mudah untuk diselesaikan. Namun, dengan tekanan dan koupaya yang terus dilakukan oleh pemerintah Indonesia, diharapkan perjanjian ini dapat diselesaikan dalam waktu dekat untuk kepentingan kedua pihak.
Dengan kompleksitas masalah yang dihadapi dan tekanan yang semakin besar, Indonesia harus terus berupaya untuk menyelesaikan perundingan IEU-CEPA dengan pemahaman yang mendalam akan kepentingan ekonomi nasional serta dampaknya terhadap kerja sama perdagangan antara kedua pihak. Kerjasama antara pemerintah dan pelaku industri dalam menangani masalah ini akan menjadi kunci untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.