Infrastruktur Terus Dibangun, Tapi Ketimpangan Daerah Tak Kunjung Sembuh?
Tanggal: 7 Mei 2025 10:11 wib.
Tampang.com | Sejak beberapa tahun terakhir, proyek infrastruktur terus digalakkan pemerintah pusat — dari jalan tol, bandara, pelabuhan, hingga jaringan telekomunikasi. Tujuannya jelas: mendorong konektivitas dan pertumbuhan ekonomi di berbagai wilayah Indonesia.
Namun data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per 2024 menunjukkan ketimpangan antar daerah masih mencolok, terutama antara Jawa dan luar Jawa, serta antara kawasan barat dan timur Indonesia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), tingkat kemiskinan, dan akses layanan dasar di banyak daerah masih jauh tertinggal.
Fakta di Lapangan: Jalan Mulus Tak Selalu Menggerakkan Ekonomi
Meski akses jalan nasional sudah lebih baik, beberapa daerah tidak serta-merta mengalami peningkatan kesejahteraan. Di Papua Barat misalnya, sejumlah ruas jalan sudah tembus antarkabupaten, tapi angka kemiskinan tetap di atas 20%. Sementara di Jawa, pertumbuhan ekonomi terus melonjak dengan infrastruktur yang semakin lengkap.
“Pembangunan infrastruktur itu perlu, tapi tidak cukup. Kalau tidak dibarengi dengan peningkatan kapasitas SDM dan akses pasar, hasilnya timpang,” kata Enny Sri Hartati, Ekonom INDEF.
Investasi Tersentralisasi, Daerah Tertinggal Tersisih
Sebagian besar investasi dan anggaran infrastruktur masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, khususnya wilayah Jabodetabek. Padahal, wilayah luar Jawa punya potensi besar dalam sektor agrikultur, pariwisata, hingga energi terbarukan. Sayangnya, karena keterbatasan fasilitas pendukung, daerah-daerah ini masih kesulitan menarik investasi.
Data dari Bappenas juga mencatat bahwa hanya 20% dari total investasi infrastruktur yang masuk ke Indonesia Timur dalam 5 tahun terakhir.
Masalah Perencanaan dan Eksekusi di Daerah
Di sisi lain, kapasitas perencanaan dan pelaksanaan proyek di daerah masih lemah. Banyak proyek infrastruktur mandek atau tidak optimal karena minimnya koordinasi antarlembaga, lemahnya tata kelola, atau proyek yang tidak sesuai kebutuhan lokal.
“Jangan cuma bangun jalan, tapi tidak ada transportasi umum atau distribusi barang yang jalan. Itu buang anggaran,” tegas Dr. Lalu Abdullah, pengamat pembangunan wilayah dari UGM.
Solusi: Pembangunan Inklusif, Bukan Hanya Fisik
Agar pemerataan bisa benar-benar tercapai, pembangunan harus inklusif: tidak hanya soal beton dan aspal, tapi juga pendidikan, kesehatan, teknologi, dan pemberdayaan ekonomi lokal. Kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah penting untuk merancang proyek berbasis potensi wilayah, bukan semata pencitraan atau target politik.
Pemerintah juga didorong untuk transparan dalam menyusun prioritas pembangunan, dan melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan agar hasil pembangunan sesuai kebutuhan nyata warga.