Inflasi Katanya Stabil, Tapi Harga Sembako Bikin Kantong Jebol?
Tanggal: 8 Mei 2025 10:07 wib.
Tampang.com | Pemerintah dan Bank Indonesia menyebut inflasi nasional tetap terkendali di angka 2,8% hingga kuartal kedua 2025. Namun kenyataan di pasar menunjukkan sebaliknya: harga beras, cabai, dan telur terus meroket, membuat masyarakat kelas bawah semakin tercekik.
Data Makro Stabil, Realitas Mikro Mencekik
Menurut BPS, komponen utama inflasi berasal dari makanan dan energi. Tapi meski inflasi umum stabil, harga kebutuhan pokok di tingkat konsumen terus naik. Pedagang di Pasar Senen, Jakarta, menyebut harga telur naik dari Rp27.000 jadi Rp32.000 per kg dalam dua minggu.
“Inflasi boleh stabil, tapi dompet saya enggak,” keluh Bu Tuti, ibu rumah tangga di Jakarta Timur.
Distribusi dan Ketergantungan Impor Jadi Masalah Utama
Kementerian Perdagangan mengakui bahwa rantai distribusi dan ketergantungan pada bahan pangan impor, seperti kedelai dan bawang putih, memicu harga yang sulit dikendalikan. Di sisi lain, cuaca ekstrem juga menekan produksi dalam negeri.
Kebijakan Tak Menyentuh Konsumen Akhir
Berbagai program stabilisasi harga seperti operasi pasar atau subsidi pupuk dinilai belum efektif. Menurut ekonom dari INDEF, Andi Suryana, pendekatan pemerintah masih terlalu makro dan belum menyentuh level rumah tangga.
“Selama distribusi tak efisien dan tata niaga pangan dikuasai segelintir pemain besar, harga akan tetap tidak wajar,” ujarnya.
Daya Beli Melemah, Konsumsi Rumah Tangga Tertekan
Dampaknya, konsumsi rumah tangga — yang selama ini jadi motor ekonomi Indonesia — mengalami pelambatan. Banyak keluarga mulai mengurangi belanja protein dan bahan makanan segar demi menyesuaikan anggaran bulanan.
Kebijakan Ekonomi Harus Berdasarkan Kenyataan Lapangan
Stabilitas ekonomi bukan sekadar angka, tapi kenyamanan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Jika data dan fakta di lapangan tak selaras, maka yang perlu dikoreksi bukan keluhan rakyat — tapi cara membaca realitas.