Indonesia Dikuras Habis, Asing Kompak Serbu Malaysia
Tanggal: 17 Jun 2024 20:20 wib.
Malaysia telah menjadi incaran banyak perusahaan teknologi asing untuk berinvestasi dalam pendirian pusat data. Di sisi lain, Indonesia, dengan populasi yang besar, harus menerima takdirnya hanya sebagai pasar konsumen.
Salah satu alasan besar mengapa perusahaan teknologi asing berani melakukan investasi besar di Malaysia adalah karena banyak insentif yang diberikan oleh pemerintah setempat kepada para pelaku data center.
Hendra Suryakusuma, Ketua Asosiasi Data Center Indonesia (IDPRO), mengungkapkan bahwa bahkan perusahaan yang menggunakan teknologi ramah lingkungan juga akan mendapatkan insentif tambahan di Malaysia. Dia menambahkan, "Di Indonesia, hal ini belum terwujud, namun jika pemerintah melalui RUU Energi Baru Terbarukan yang saat ini sedang dalam pembahasan di Komisi VII DPR RI berhasil memberikan insentif tambahan melalui inisiatif ramah lingkungan, hal ini akan sangat mendorong pertumbuhan industri pusat data di Indonesia yang saat ini tumbuh sebesar 20-30 persen setiap tahunnya."
Dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Hendra menjelaskan bahwa Malaysia juga telah melakukan upaya untuk memangkas birokrasi yang akan mempermudah investasi bisnis di negaranya. Di Malaysia, perusahaan asing hanya perlu menggunakan desain tingkat tinggi (high level design) untuk mendapatkan izin membangun. Sementara di Indonesia, perusahaan harus menyajikan rancangan teknik yang lebih rinci, yang berarti membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit.
Tidak hanya itu, jika Indonesia juga lebih berfokus pada energi terbarukan, banyak perusahaan dari Amerika Utara dan Eropa Barat yang bersedia melakukan kerja sama dalam menyusun pusat data. Negara-negara tersebut memiliki fokus pada ESG (Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola) dan telah berkomitmen pada Perjanjian Paris. Oleh karena itu, aspek-aspek yang terkait dengan energi terbarukan mampu mendorong pertumbuhan industri pusat data.
"Banyak investor dari Amerika Utara dan Eropa Barat sangat memperhatikan aspek ESG dan berfokus pada bagaimana energi yang disuplai ke pusat data berasal dari sumber yang ramah lingkungan atau memiliki emisi karbon yang rendah," ungkapnya.
Investor akan melihat kestabilan politik suatu negara dan dukungan dari pemerintah terhadap industri melalui insentif pajak serta inisiatif ramah lingkungan, yang akan mendorong mereka untuk melakukan investasi di negara tertentu.
Daftar Perusahaan Teknologi yang Memilih Berinvestasi di Malaysia Ketimbang Indonesia
Beberapa raksasa teknologi telah mengumumkan investasi besar di Malaysia, seperti yang dirangkum oleh CNBC Indonesia pada Sabtu (15/6/2024).
Google
Pada awal bulan Juni, Google menyatakan komitmen investasi sebesar US$2 miliar (Rp 32,5 triliun) di Malaysia. Investasi ini akan dipergunakan untuk membangun pusat data dan cloud regional pertamanya di negara tersebut, seiring dengan meningkatnya permintaan akan kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan layanan cloud di kawasan tersebut.
Cloud regional Malaysia akan menjadi tambahan dalam jaringan Google yang mencakup 40 wilayah dan 121 zona di seluruh dunia. Di Indonesia, Google baru-baru ini mengumumkan 10.000 beasiswa pelatihan kecerdasan buatan, namun tidak ada komitmen investasi serupa yang dilakukan di Malaysia.
Google juga telah bertemu dengan Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, dan berkomitmen untuk membantu pemerintah dalam memerangi perjudian online melalui fitur kecerdasan buatan milik Google.
Microsoft
Microsoft mengumumkan akan berinvestasi sebesar US$2,2 miliar atau Rp 35,8 triliun untuk memperluas infrastruktur kecerdasan buatannya di Malaysia. Sementara di Indonesia, komitmen Microsoft lebih kecil, yakni sebesar US$1,7 miliar atau Rp 27,7 triliun untuk fasilitas dan sumber daya kecerdasan buatan.
CEO Microsoft, Satya Nadella, langsung bertemu dengan Presiden Joko Widodo pada akhir April 2024 saat pengumuman investasi ini diungkapkan ke publik.
ByteDance
Perusahaan induk dari TikTok, ByteDance, baru-baru ini mengumumkan rencana untuk menggulirkan dana sebesar US$2,13 miliar atau sekitar Rp 34,7 triliun untuk membangun pusat kecerdasan buatan di Malaysia. Pengumuman tersebut dilakukan langsung oleh Menteri Perdagangan Malaysia pekan lalu. Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, ByteDance akan memperluas fasilitas pusat datanya di Johor melalui investasi tambahan senilai 1,5 miliar ringgit atau sekitar Rp 5,2 miliar.
Data menunjukkan bahwa Malaysia telah menjadi tujuan yang lebih menarik bagi perusahaan teknologi besar untuk berinvestasi dibandingkan dengan Indonesia. Kedatangan perusahaan raksasa teknologi ini juga dapat menjadi peluang bagi Malaysia untuk terus berkembang dalam industri digital dan teknologi, meskipun Indonesia memiliki jumlah populasi yang jauh lebih besar. Oleh karena itu, perlu adanya kerja sama antara pemerintah, perusahaan teknologi, dan industri di Indonesia untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investasi dan pengembangan pusat data serta teknologi informasi seiring dengan perkembangan tren global.