Sumber foto: iStock

Impor Ilegal Menciderai Indonesia, Pengusaha Tekstil Menunjuk Jari pada Mafia

Tanggal: 27 Jun 2024 19:25 wib.
Redma Gita Wiraswasta, Ketua Asosiasi Produsen Benang dan Serat Filamen Indonesia (APSYFI), menegaskan bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terlibat dalam aliran barang impor ilegal yang merusak ekonomi domestik. Ia juga menyoroti keterlibatan para pelaku mafia impor ilegal.

Menurut Redma, gelombang barang impor ilegal yang semakin merajalela telah menggerus pangsa pasar produk lokal, memberikan tekanan berat bagi pengusaha tekstil di dalam negeri. Situasi ini menyebabkan konsumsi dalam negeri didominasi oleh barang-barang impor, termasuk impor ilegal, yang pada akhirnya menjadi penghambat pemulihan produksi dan memaksa pengusaha untuk melakukan efisiensi, termasuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Redma menyebutkan bahwa mafia impor illegal ini melibatkan banyak pihak dari kalangan pengusaha, pejabat, petugas Bea Cukai, petugas pelabuhan, hingga aparat pemerintah yang memungkinkan adanya jaringan impor ilegal. Ia menyalahkan pemerintah karena dianggap memberikan celah bagi para pelaku impor ilegal untuk melakukan aksinya. Ditjen Bea Cukai Kemenkeu pun disebutnya tidak kompeten dalam menangani masalah impor ilegal yang telah berlangsung lama.

Redma menekankan bahwa jika pemerintah tidak segera menyelesaikan permasalahan ini, dampaknya akan meluas, termasuk terhadap perekonomian Indonesia, defisit devisa, dan pelemahan nilai tukar rupiah. Masalah impor ilegal dinilainya berdampak tidak hanya terhadap sektor industri TPT, tetapi juga hampir seluruh sektor industri lainnya.

Respons Bea Cukai

Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, menyanggah bahwa gelombang PHK yang terjadi di industri tekstil bukanlah akibat kelalaian Bea Cukai. Menurutnya, penurunan permintaan global telah menjadi penyebab utama dari PHK tersebut.

Askolani menegaskan bahwa Bea Cukai hanya menerapkan aturan yang telah ditetapkan oleh kementerian terkait. Ia menjelaskan bahwa sektor tekstil menghadapi penurunan permintaan dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan China, yang telah terjadi sejak tahun sebelumnya. Menurutnya, situasi ini bukan semata-mata masalah teknis, melainkan akibat dari ketidakstabilan ekonomi global.

Tuntutan Pengusaha

Redma mendorong pemerintah untuk segera memberlakukan kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk produk tekstil impor. Selain itu, ia juga meminta revisi terhadap Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Menurut Redma, keterlambatan dalam penerapan aturan tersebut dapat memberikan kesempatan bagi para mafia impor ilegal untuk terus melakukan aksinya dan mengganggu kelancaran aktivitas di pelabuhan. Dengan demikian, implementasi BMTP dan revisi Permendag sangat penting sebagai langkah pengendalian impor ilegal.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved