Sumber foto: Google

HEBOH! UMP 2026 Picu Amukan Buruh, Tapi MENAKER Bilang ‘Saya TAK PERCAYA!’ Ini Sebabnya…

Tanggal: 17 Des 2025 20:03 wib.
Jakarta — Polemik kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 makin memanas di tengah negeri. Kendati pemerintah dan pengusaha bersiap menerapkan formula baru dengan target kesejahteraan yang lebih baik, rencana ini ditolak keras oleh sejumlah serikat buruh dan memicu ancaman aksi massa. Dari Jakarta hingga kota-kota besar, isu ini terus bergulir tajam. Namun di tengah ramainya protes, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli justru menyatakan ia tidak percaya kenaikan UMP 2026 akan memicu gelombang demonstrasi besar-besaran seperti yang dibayangkan buruh. Pernyataan ini sontak mencuri perhatian publik, karena berseberangan dengan sentimen dan ancaman aksi buruh yang makin emosional. Serikat Buruh Geram: “Kenaikannya Terlalu Kecil!”Para buruh menilai kenaikan UMP untuk 2026 jauh dari harapan. Sebelumnya, pimpinan serikat buruh seperti KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) menolak rencana kenaikan yang diprediksi hanya berada di kisaran 4–6 persen. Mereka menilai angka tersebut tidak cukup menaikkan daya beli pekerja, terlebih saat biaya hidup terus meningkat. Menurut buruh, kenaikan yang hanya berkisar 4 hingga 6 persen terasa jauh lebih rendah dari kebutuhan hidup layak, dan bahkan dinilai sebagai bentuk rezim upah murah baru yang merugikan pekerja. Sebagai perbandingan, mereka menuntut angka kenaikan yang lebih tinggi atau minimal sesuai kebutuhan hidup layak yang layak dihitung lagi secara menyeluruh. Karena itu, buruh menegaskan siap menggelar aksi demo besar-besaran jika pemerintah tetap pada rencana minimal tersebut. Bahkan mereka mengancam akan mogok kerja nasional bila tuntutan itu diabaikan. Menaker Yassierli: “Saya Enggak Percaya Itu Akan Rusuh!”Dalam menanggapi sorotan dan ancaman protes buruh, Menaker Yassierli justru menyatakan skeptis bahwa kenaikan UMP 2026 akan memicu gelombang besar demonstrasi. Ia mengatakan justru banyak pihak yang memberikan apresiasi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan terbaru itu.Menurutnya, kebijakan baru ini seharusnya menjadi kabar baik bagi pekerja karena ada peningkatan dalam rumus perhitungan kenaikan upah. Sebelumnya skor “Alpha” dalam rumus tersebut berada antara 0,1–0,3, tetapi kini dinaikkan menjadi 0,5–0,9 yang artinya kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dipandang lebih besar dalam formula baru ini, sehingga bisa berimbas pada kenaikan upah yang lebih tinggi.“Saya juga sangat yakin beberapa laporan yang kami dengar ini sangat menggembirakan bagi para serikat pekerja dan buruh,” ujar Yassierli, yang menilai isu soal demo itu terlalu dibesar-besarkan. Bagaimana Formula Baru UMP 2026?UMP 2026 akan dihitung berdasarkan rumus baru yang tercantum dalam PP Pengupahan, yaitu:Inflasi + (Alpha x Pertumbuhan Ekonomi).Dengan peningkatan skor Alpha menjadi 0,5–0,9, pemerintah berharap formula ini bisa menghasilkan angka UMP yang lebih adil dan mencerminkan kontribusi pekerja terhadap ekonomi secara lebih layak. Namun buruh tetap keberatan karena mereka menilai angka kenaikan yang diproyeksikan masih di bawah kebutuhan hidup sebenarnya dan tidak memperhitungkan kebutuhan riil keluarga pekerja yang terus meningkat. Kritik itu menguat terutama ketika bahan pokok, biaya sewa tempat tinggal, transportasi, dan kebutuhan lain terus naik di berbagai daerah.Wewenang Penetapan Ada di GubernurMenaker juga menegaskan bahwa wewenang menetapkan angka UMP berada di tangan gubernur provinsi masing-masing, dengan batas akhir penetapan tanggal 24 Desember 2025. Dengan begitu, angka final UMP 2026 akan sedikit berbeda antar wilayah sesuai kondisi ekonomi di masing-masing provinsi. Hal ini berarti kemunculan angka kenaikan UMP masih dapat bervariasi: ada daerah yang mungkin memberikan persentase kenaikan lebih tinggi, namun juga ada kemungkinan ada yang memilih angka yang lebih rendah jika kondisi ekonominya kurang mendukung. Di Balik Protes: Isu KHL dan Dasar PerhitunganBuruh juga mengkritik cara pemerintah memformulasikan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang dipakai sebagai salah satu komponen pengupahan. Mereka menyatakan bahwa perhitungan KHL dalam PP tersebut tidak mencerminkan realitas biaya hidup buruh di kota-kota besar. Menurut buruh, KHL yang seharusnya berdasarkan survei biaya hidup riil (misalnya survei biaya hidup BPS) cenderung lebih tinggi dari yang ditentukan pemerintah, sehingga angka kenaikan upah yang dihasilkan akan tetap kurang bagi kebutuhan pekerja. Dua Pandangan yang BerseberanganIsu UMP 2026 menjadi pertarungan antara pemerintah yang melihat kebijakan ini sebagai langkah maju pengupahan dan buruh yang melihatnya sebagai langkah minim yang tidak cukup menjawab kebutuhan hidup pekerja. Sementara Menaker meyakini tidak akan ada gelombang demo besar-besaran, ancaman protes dan mogok kerja dari serikat buruh menunjukkan ketidakpuasan yang nyata di kalangan pekerja.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved