Sumber foto: Google

Harga Sembako Tak Kunjung Turun, Daya Beli Rakyat Terjun Bebas!

Tanggal: 1 Jun 2025 15:22 wib.
Tampang.com | Keresahan masyarakat kembali memuncak. Harga sembako di berbagai daerah masih tak menunjukkan penurunan berarti, meskipun pemerintah telah berulang kali menjanjikan stabilisasi. Mulai dari beras, telur, cabai, hingga minyak goreng—semua komoditas itu kini kian sulit dijangkau oleh kantong rakyat biasa.

Harga Naik, Pendapatan Tetap, Hidup Semakin Sulit

Fenomena klasik ini makin terasa menjelang pertengahan tahun. Saat inflasi merayap, pendapatan mayoritas masyarakat justru stagnan. Banyak keluarga yang terpaksa mengurangi porsi makan atau mengganti kebutuhan pokok dengan barang substitusi yang lebih murah, bahkan kurang bergizi.

“Biasanya kami beli daging seminggu sekali, sekarang sebulan sekali pun belum tentu,” keluh Yuliana, ibu rumah tangga di Surabaya.

Kondisi ini tidak hanya menyulitkan konsumsi sehari-hari, tetapi juga mempengaruhi kualitas hidup jangka panjang—terutama bagi keluarga dengan anak-anak kecil.

Inflasi Pangan Membayangi, Solusi Nyata Belum Nampak

Meski pemerintah berkali-kali mengklaim telah menggelontorkan berbagai bantuan sosial dan operasi pasar, kenyataannya banyak warga yang mengaku tidak merasakan dampaknya secara langsung. Harga tetap tinggi, pasokan terbatas, dan distribusi sering kali tak merata.

“Kalau ada operasi pasar, cepat habis. Dan kadang cuma di kota besar,” ujar warga dari daerah pinggiran Bekasi.

Pakar ekonomi menyoroti bahwa persoalan utama bukan hanya di distribusi, tetapi juga pada ketidakseimbangan antara permintaan dan ketersediaan barang di pasar domestik. Belum lagi ketergantungan impor pada beberapa bahan pangan yang membuat harga rentan fluktuasi global.

Daya Beli Melemah, Konsumsi Rumah Tangga Turun

Akibat dari kenaikan harga sembako ini sangat nyata: konsumsi rumah tangga, yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional, menurun signifikan. Survei ekonomi terbaru menunjukkan banyak rumah tangga mengurangi belanja non-pokok, termasuk pendidikan dan kesehatan.

“Ekonomi rakyat bukan hanya soal angka inflasi, tapi realita di dapur mereka setiap hari,” tegas seorang analis ekonomi mikro dari Jakarta.

Masyarakat kelas bawah, terutama pekerja informal, kini masuk dalam kategori rawan pangan—sebuah ironi besar bagi negara agraris yang seharusnya mampu swasembada.

Ketimpangan Akses Pangan dan Ancaman Jangka Panjang

Lebih dari sekadar urusan harga, persoalan sembako ini membuka luka lama soal ketimpangan akses pangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta antara kelas sosial. Tanpa strategi nasional yang menyentuh akar persoalan produksi dan distribusi, krisis ini dikhawatirkan akan menahun.

Ketika hanya sebagian kecil penduduk yang mampu bertahan, maka perekonomian rakyat tidak akan kuat menopang struktur nasional. Dalam jangka panjang, krisis ini dapat menjelma menjadi masalah gizi, pendidikan, hingga ketimpangan sosial akut.

Pemerintah Harus Turun Gunung, Bukan Sekadar Wacana

Rakyat tak butuh janji, tapi aksi nyata. Stabilisasi harga harus ditopang kebijakan konkret—baik melalui penguatan sektor pertanian, efisiensi logistik, hingga pengawasan terhadap permainan harga oleh kartel sembako.

Negara harus kembali ke prinsip dasar: melindungi warganya dari kelaparan dan kemiskinan. Jika sembako saja sulit diakses, bagaimana rakyat bisa memikirkan masa depan?
Copyright © Tampang.com
All rights reserved