Harga Sembako Selalu Naik Jelang Hari Besar, Kenapa Pemerintah Tak Pernah Belajar?

Tampang.com | Setiap menjelang hari besar nasional seperti Idulfitri, Natal, atau Tahun Baru, harga kebutuhan pokok—mulai dari beras, minyak goreng, hingga cabai—selalu melonjak tajam. Fenomena ini sudah menjadi pola musiman yang berulang, namun seolah tak pernah ada antisipasi konkret dari pemerintah.

Inflasi Musiman yang Selalu Berulang
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi tertinggi dalam setahun hampir selalu terjadi menjelang hari-hari besar keagamaan. Hal ini dipicu oleh lonjakan permintaan dan lemahnya pengawasan terhadap rantai distribusi.

“Yang lucu, setiap tahun kita bilang ini musiman, tapi tetap saja rakyat yang menanggung akibatnya,” ujar Retno Yuliani, ekonom dari Universitas Negeri Semarang.

Kendali Distribusi Lemah, Spekulan Menari
Lonjakan harga sering kali bukan semata karena naiknya permintaan, tapi karena permainan para spekulan. Penimbunan barang dan gangguan pasokan menjadi celah yang terus dimanfaatkan untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya.

Pemerintah Terkesan Reaktif, Bukan Preventif
Respons pemerintah biasanya baru muncul setelah harga sudah melonjak di pasar. Operasi pasar murah memang dilakukan, tapi kerap bersifat jangka pendek dan tidak menyentuh akar masalah.

“Harusnya kita bicara sistem distribusi nasional, bukan sekadar bagi-bagi minyak goreng dadakan,” tambah Retno.

Solusi: Transparansi Pasar dan Digitalisasi Distribusi
Pemerintah didesak membangun sistem distribusi pangan nasional yang transparan dan berbasis data real-time. Digitalisasi rantai pasok dan pemberdayaan koperasi lokal bisa menjadi solusi jangka panjang untuk menghindari ketergantungan pada segelintir pemain besar.

Harga Pangan Bukan Sekadar Angka, Tapi Soal Keadilan Sosial
Kenaikan harga sembako adalah pukulan bagi rakyat kecil. Saat hari raya seharusnya jadi momen sukacita, justru menjadi waktu paling menekan secara ekonomi.