Harga Sembako Naik Lagi Usai Lebaran, Masyarakat Menjerit!
Tanggal: 11 Mei 2025 09:50 wib.
Tampang.com | Setelah momen Lebaran 2025 usai, harga sejumlah kebutuhan pokok kembali meroket. Mulai dari beras, cabai, hingga telur mengalami kenaikan signifikan, memukul daya beli masyarakat kelas bawah. Pola ini tampaknya menjadi siklus tahunan yang terus terulang tanpa solusi konkret.
Lonjakan Harga Terjadi di Hampir Semua Daerah
Berdasarkan pantauan di beberapa pasar tradisional di Jakarta, Surabaya, dan Medan, harga beras medium naik hingga Rp2.000 per kilogram. Cabai rawit yang sempat turun, kini kembali menyentuh Rp70.000/kg. Telur ayam juga ikut melonjak hampir 20% dari harga normal.
“Kami capek setiap habis Lebaran pasti harga naik, tapi pendapatan tetap. Ini memberatkan kami,” keluh Sari, pedagang gorengan di Depok.
Pemerintah Dianggap Lambat Mengendalikan Inflasi Musiman
Meski kenaikan harga pasca-Lebaran sudah diprediksi, banyak pihak menilai pemerintah terlambat dalam mengantisipasi gejolak tersebut. Pasokan bahan pokok tidak dijaga dengan stabil, dan intervensi pasar dinilai tidak maksimal.
“Inflasi musiman ini seharusnya bisa ditekan jika pemerintah punya manajemen stok yang kuat dan pengawasan distribusi yang ketat,” ujar Rinaldi Syarif, ekonom dari INDEF.
Dampak Terberat Dirasakan Kelompok Rentan
Kenaikan harga ini paling dirasakan oleh kelompok berpendapatan rendah yang mengalokasikan sebagian besar penghasilannya untuk kebutuhan pokok. Mereka harus mengurangi konsumsi atau mencari alternatif yang lebih murah meskipun kualitasnya rendah.
“Bagi kami, Rp1.000 saja itu penting. Kalau semua naik, bagaimana kami bertahan?” kata Riko, buruh harian di Tangerang.
Solusi: Intervensi Lebih Dini dan Perlindungan Daya Beli
Ekonom menyarankan agar pemerintah melakukan intervensi sebelum momentum besar seperti Lebaran, bukan sesudahnya. Di sisi lain, pemberian subsidi langsung atau bantuan pangan berskala luas bisa membantu menjaga daya beli kelompok bawah.
“Kalau tidak diintervensi dari hulu, kenaikan harga pasca-Lebaran akan jadi ‘ritual tahunan’ yang menindas rakyat kecil,” tutup Rinaldi.