Harga Naik, Petani Merugi! Tata Niaga Pangan Perlu Dibongkar?
Tanggal: 7 Mei 2025 19:49 wib.
Tampang.com | Dalam sebulan terakhir, harga beras dan cabai terus merangkak naik di pasar tradisional. Ironisnya, di saat konsumen mengeluh mahal, para petani justru mengaku rugi. Fenomena ini makin menegaskan bahwa ada yang salah dalam sistem tata niaga pangan kita.
Distribusi Panjang, Petani Dapat Sisa
Menurut data Kementerian Pertanian dan Ombudsman RI, harga gabah di tingkat petani tak mengalami peningkatan signifikan, meski harga beras eceran melambung. Salah satu penyebabnya adalah rantai distribusi yang terlalu panjang: dari petani ke tengkulak, lalu ke penggilingan, distributor, hingga pengecer.
"Petani cuma dapat Rp4.500 per kg, padahal harga jual di pasar bisa Rp13.000," ungkap Darsono, petani padi di Sragen.
Petani Tak Punya Posisi Tawar
Tanpa akses langsung ke pasar atau infrastruktur penyimpanan, petani selalu dalam posisi lemah. Mereka dipaksa menjual hasil panen segera setelah panen, ketika harga justru anjlok.
Menurut INDEF, sekitar 65% petani kecil di Indonesia tidak punya kelembagaan kuat seperti koperasi atau gabungan tani yang berfungsi optimal. Akibatnya, mereka tak mampu menegosiasikan harga yang adil.
Program Pemerintah Masih Belum Menyentuh Akar Masalah
Beberapa program subsidi pupuk, bantuan benih, dan pengadaan alat pertanian memang berjalan, tapi belum menyentuh titik krusial: tata niaga dan distribusi. Tanpa reformasi sistem perdagangan hasil tani, petani akan terus menjadi pihak yang paling dirugikan dalam rantai pasok pangan nasional.
Perlu Intervensi Serius untuk Reformasi Niaga Pangan
Analis kebijakan pangan dari UI, Arif Kurniawan, menekankan perlunya pembentukan badan distribusi nasional yang efisien dan transparan. "Selama sistem dikuasai pemain besar dan tengkulak lokal, ketimpangan harga akan terus terjadi," ujarnya.
Saatnya Petani Diperlakukan sebagai Pelaku Ekonomi Strategis
Petani bukan sekadar penghasil bahan mentah, mereka adalah pilar utama ketahanan pangan. Jika mereka terus merugi, masa depan swasembada dan stabilitas pangan nasional akan rapuh.