Sumber foto: Google

Harga Kebutuhan Pokok Naik Lagi, Warga Menjerit di Tengah Lesunya Daya Beli!

Tanggal: 1 Jun 2025 15:22 wib.
Tampang.com | Di tengah pemulihan ekonomi yang masih rapuh, masyarakat kembali dihantam dengan lonjakan harga kebutuhan pokok. Dari beras, minyak goreng, hingga telur ayam—semuanya mengalami kenaikan yang tak sebanding dengan penghasilan harian warga. Para pedagang di pasar tradisional pun mengaku kebingungan menghadapi perubahan harga yang tak menentu.

Fenomena ini semakin mempertegas bahwa inflasi tak hanya menjadi isu statistik, tetapi nyata menghantam keseharian rakyat.

Harga Naik, Pendapatan Tetap

Di sejumlah wilayah, harga beras medium kini menembus Rp14.000 per kilogram, naik drastis dari bulan sebelumnya yang masih di kisaran Rp11.000. Minyak goreng curah kembali menyentuh angka Rp17.000 per liter, sementara telur ayam mendekati Rp35.000 per kilogram.

Di sisi lain, pendapatan warga—terutama pekerja informal dan harian—tidak menunjukkan peningkatan. Bahkan, banyak dari mereka yang justru kehilangan pekerjaan atau mengalami pemotongan upah sejak pandemi belum sepenuhnya pulih.

“Gaji saya tetap, tapi harga semua barang naik. Makan saja sekarang jadi mikir dua kali,” keluh Sari, buruh cuci di kawasan Tangerang.

Pasar Lesu, Penjual dan Pembeli Sama-Sama Teriak

Tak hanya konsumen yang merasakan tekanan, para pedagang juga kesulitan menjaga omzet. Harga kulakan dari pemasok terus berubah tiap minggu, sementara daya beli masyarakat justru melemah. Banyak pembeli memilih mengurangi jumlah belanja atau bahkan menunda pembelian kebutuhan pokok.

“Sekarang yang beli paling sedikit, mereka minta setengah dari biasanya. Ada yang beli telur cuma tiga butir. Ini beda banget dibanding tahun lalu,” ungkap Rudi, pedagang sembako di Pasar Senen.

Inflasi Membayangi, Pemerintah Dinilai Terlambat Bertindak

Lonjakan harga ini disebut sebagai sinyal bahwa inflasi masih belum terkendali sepenuhnya. Meskipun pemerintah mengklaim telah menggelontorkan sejumlah program stabilisasi harga, namun kenyataannya di lapangan berbeda.

Distribusi bahan pokok yang terhambat, spekulasi pedagang besar, dan ketergantungan terhadap bahan impor membuat kestabilan harga sulit dijaga. Apalagi, perubahan iklim dan cuaca ekstrem turut berdampak pada hasil panen dan ketersediaan stok pangan.

“Kalau pemerintah hanya fokus pada angka makroekonomi, maka mereka lupa bahwa rakyat hidup dari kebutuhan mikro harian,” komentar seorang ekonom independen.

Strategi Jangka Panjang atau Hanya Tambal Sulam?

Sejumlah pengamat ekonomi menilai bahwa solusi yang ditawarkan selama ini lebih bersifat reaktif ketimbang strategis. Operasi pasar murah atau bantuan langsung tunai memang bisa meringankan sesaat, tetapi tidak menyentuh akar masalah: ketahanan pangan dan sistem distribusi yang efisien.

Kebijakan harga eceran tertinggi (HET) juga seringkali tidak ditegakkan dengan konsisten. Akibatnya, di pasar-pasar kecil harga tetap melambung karena minim pengawasan dan lemahnya intervensi.

“Yang dibutuhkan adalah reformasi sistem distribusi pangan, investasi di sektor pertanian, serta perlindungan terhadap petani kecil agar pasokan aman dan stabil,” jelas seorang analis ekonomi dari Jakarta.

Rakyat Berharap, Pemerintah Wajib Mendengar

Kondisi saat ini membuat masyarakat terjepit dari dua sisi: penghasilan tetap atau menurun, sementara kebutuhan hidup justru makin mahal. Dalam situasi ini, negara dituntut hadir bukan sekadar melalui wacana, tapi melalui kebijakan yang menyentuh kebutuhan dasar rakyat.

Karena ketika kebutuhan pokok menjadi barang mahal, maka keadilan sosial perlahan hilang dari kehidupan sehari-hari.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved