Harga Kebutuhan Melonjak, Tapi Inflasi Katanya Stabil? Rakyat Bingung!
Tanggal: 17 Mei 2025 13:16 wib.
Tampang.com | Di banyak pasar tradisional, harga beras, telur, dan minyak goreng merangkak naik sejak awal tahun. Tapi di sisi lain, pemerintah terus menyatakan bahwa inflasi nasional terkendali di bawah 3%. Pernyataan ini memicu kebingungan publik: apakah angka di atas kertas sejalan dengan realita di lapangan?
Harga Naik, Belanja Harian Menyusut
Warga di berbagai kota mengeluhkan bahwa uang belanja yang sama kini hanya cukup untuk setengah jumlah barang dibanding tahun lalu. Kenaikan harga bahan pokok seperti cabai, daging ayam, dan gula bahkan mencapai lebih dari 20% di beberapa daerah.
“Dulu Rp50.000 bisa dapat banyak, sekarang cuma dapat dua kantong kecil,” keluh Yuni, ibu rumah tangga di Yogyakarta.
Daya Beli Terus Menurun
Survei terbaru dari Lembaga Konsumen Indonesia menyebutkan bahwa daya beli kelas menengah bawah turun drastis sejak awal tahun. Hal ini dipicu oleh stagnasi pendapatan dan naiknya biaya hidup, dari tarif transportasi, listrik, hingga kebutuhan rumah tangga.
Apakah Data Resmi Tidak Relevan?
Beberapa ekonom mengkritik metode penghitungan inflasi yang dinilai tidak mencerminkan pengeluaran riil masyarakat. Indeks Harga Konsumen (IHK) yang dijadikan acuan dianggap kurang sensitif terhadap lonjakan harga kebutuhan pokok.
“Statistik bisa dikendalikan, tapi perut rakyat tidak bisa dibohongi,” tegas Dr. Fery Setiawan, pengamat ekonomi kerakyatan.
Solusi: Koreksi Data dan Prioritaskan Stabilitas Harga Pangan
Pemerintah didesak untuk memperbarui metode survei harga, serta fokus menjaga stabilitas harga barang-barang kebutuhan primer. Selain itu, kebijakan subsidi dan distribusi harus dievaluasi agar tepat sasaran.