Harga Barang di Amazon Melejit: Apa Dampak Besar Kebijakan Tarif Trump bagi E-Commerce Global?
Tanggal: 29 Apr 2025 10:15 wib.
Kebijakan tarif baru yang diterapkan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali mengguncang dunia e-commerce. Dengan kenaikan tarif impor produk dari China hingga 145%, harga barang-barang di platform besar seperti Amazon melonjak drastis, memberikan tekanan berat kepada pedagang dan konsumen.
Aaron Cordovez, pendiri Zulay Kitchen yang berbasis di Florida, mengungkapkan bahwa situasi ini memaksa perusahaannya untuk mengambil langkah besar: mengalihkan produksi dari China ke negara lain seperti India, Meksiko, dan beberapa negara alternatif lainnya. Namun, Cordovez memperingatkan bahwa proses relokasi ini tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Dibutuhkan setidaknya satu hingga dua tahun untuk benar-benar menyelesaikannya.
"Kami mencoba memperpanjang umur stok yang ada selama mungkin untuk mengatasi lonjakan biaya ini," ujar Cordovez kepada CNBC Internasional, dikutip Senin (28/4/2025).
Akibat kenaikan tarif tersebut, Zulay Kitchen tak punya pilihan selain menaikkan harga jual produknya. Salah satu contohnya adalah kitchen strainer yang sebelumnya dijual seharga US$9,99 (sekitar Rp168 ribu), kini dipasarkan dengan harga US$12,99 (sekitar Rp219 ribu).
Dampak Merata di Berbagai Kategori Produk
Tak hanya Zulay Kitchen, banyak penjual lain di Amazon juga merasakan dampak serupa. Berdasarkan data dari SmartScout, perusahaan analisis perangkat lunak e-commerce, tercatat ada 930 produk di Amazon yang mengalami kenaikan harga sejak 9 April 2025. Rata-rata kenaikannya mencapai 29%.
Kenaikan harga ini tidak hanya terbatas pada satu kategori. Mulai dari pakaian, perhiasan, perlengkapan rumah tangga, alat tulis kantor, perangkat elektronik, hingga mainan anak-anak, hampir semua kategori populer mengalami penyesuaian harga akibat lonjakan biaya impor.
Meski begitu, Amazon berusaha menenangkan kekhawatiran pasar dengan menyatakan bahwa lonjakan harga ini hanya terjadi pada sebagian kecil produk. Menurut Amazon, kurang dari 1% dari total barang yang dijual di platform mereka mengalami kenaikan harga signifikan.
Namun di lapangan, kenyataan berbicara lain. Banyak penjual di marketplace pihak ketiga Amazon menghadapi dilema berat: menaikkan harga jual produk atau menanggung sendiri beban biaya tambahan tersebut. Bagi bisnis kecil hingga menengah yang mengandalkan margin tipis, keputusan ini bisa berarti hidup atau mati.
Strategi Penjual Menghadapi Lonjakan Biaya
CEO Amazon, Andy Jassy, mengakui bahwa situasi ini menempatkan para penjual dalam posisi sulit. Ia menyatakan bahwa Amazon berusaha keras menekan kenaikan harga kepada konsumen. Namun ia juga menambahkan bahwa, pada akhirnya, beberapa penjual mungkin terpaksa meneruskan kenaikan biaya ini ke pelanggan mereka.
Beberapa brand besar asal China seperti Anker, misalnya, telah mulai melakukan penyesuaian harga. Produk power bank Anker yang sebelumnya dijual dengan harga US$110 (sekitar Rp1,8 juta) kini naik menjadi US$135 (sekitar Rp2,2 juta). Ini menunjukkan betapa kerasnya dampak tarif terhadap harga konsumen di pasar AS.
Di sisi lain, banyak perusahaan Amerika juga mempercepat upaya diversifikasi produksi mereka. Desert Cactus, perusahaan asal Illinois, menjadi salah satu contoh. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap China, mereka mulai memindahkan produksi ke negara-negara seperti Meksiko, India, dan Vietnam.
Pergeseran Besar Rantai Pasok Global
Kebijakan tarif Trump ini bukan hanya memicu kenaikan harga dalam jangka pendek, tetapi juga memacu perubahan jangka panjang dalam strategi rantai pasok global. Banyak perusahaan kini mempertimbangkan kembali lokasi produksi mereka, mencari alternatif yang lebih stabil dan biaya produksi yang lebih rendah.
Proses relokasi ini memang membutuhkan waktu dan investasi besar. Namun, jika berhasil, perusahaan bisa mengurangi risiko ketergantungan terhadap satu negara dan memperkuat ketahanan bisnis mereka terhadap gejolak geopolitik di masa depan.
Pergeseran ini juga menunjukkan perubahan pola produksi dunia, di mana negara-negara berkembang seperti India, Meksiko, dan Vietnam berpotensi menjadi pusat manufaktur baru, menggantikan dominasi China.
Konsumen Harus Bersiap Menghadapi Harga yang Lebih Tinggi
Bagi konsumen, perubahan ini berarti satu hal: harga barang-barang konsumsi kemungkinan akan tetap tinggi dalam waktu dekat. Proses relokasi produksi membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menstabilkan kembali harga di pasar. Sementara itu, konsumen harus bersiap menghadapi pilihan sulit antara membayar lebih mahal atau mencari alternatif produk lainnya.
Amazon dan marketplace besar lainnya memang berupaya menahan kenaikan harga seraya membantu para penjual bertahan. Namun dengan tekanan biaya yang terus meningkat, tidak semua pemain mampu mempertahankan harga lama tanpa mengorbankan keberlanjutan bisnis mereka.
Kesimpulan: Era Baru dalam Dunia E-Commerce
Kenaikan tarif impor dari China yang diberlakukan di era Trump telah menciptakan perubahan besar dalam lanskap e-commerce dunia. Tidak hanya berdampak pada harga produk, tetapi juga memaksa perubahan mendalam dalam rantai pasok global.
Ke depan, strategi diversifikasi produksi dan adaptasi terhadap perubahan geopolitik akan menjadi kunci bagi bisnis e-commerce untuk bertahan dan berkembang. Sementara itu, konsumen perlu lebih cermat dalam memilih produk dan mengelola pengeluaran di tengah tren harga yang terus menanjak.
Industri e-commerce global tengah memasuki era baru — era di mana fleksibilitas dan ketahanan menjadi kunci utama untuk bertahan.