Sumber foto: Google

Gelombang PHK Mengintai Dunia Industri, Nasib Pekerja Makin Tak Menentu!

Tanggal: 1 Jun 2025 09:58 wib.
Tampang.com | Dunia industri di Indonesia kembali diterpa badai. Sejumlah perusahaan besar mulai memangkas tenaga kerja secara besar-besaran sebagai langkah efisiensi menghadapi tekanan ekonomi global dan lemahnya permintaan pasar dalam negeri.

PHK Tak Terhindarkan, Perusahaan Terus Berdarah

Data dari sejumlah asosiasi menunjukkan bahwa dalam tiga bulan terakhir, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) telah menimpa ribuan pekerja, terutama di sektor tekstil, alas kaki, dan manufaktur. Perusahaan-perusahaan yang sebelumnya menyerap banyak tenaga kerja kini justru terpaksa melakukan efisiensi karena beban operasional tak tertahankan.

“Kami tidak punya pilihan selain merumahkan karyawan. Produksi menurun, pesanan anjlok, bahan baku makin mahal,” ungkap seorang manajer HRD di pabrik garmen kawasan Karawang.

Ia menyebutkan, ketidakpastian ekonomi global yang berdampak pada ekspor, ditambah dengan biaya logistik yang melonjak, membuat operasional perusahaan tidak lagi seimbang dengan pendapatan.

Efek Domino: Konsumsi Turun, Pengangguran Naik

Gelombang PHK bukan hanya berdampak pada karyawan yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga menimbulkan efek domino pada konsumsi rumah tangga. Banyak keluarga kini harus mengencangkan ikat pinggang, menghindari pengeluaran non-esensial, dan menunda rencana keuangan jangka panjang.

“Baru saja cicilan rumah kami lunas, sekarang suami saya kena PHK,” tutur Ratna, warga Bekasi. Ia mengaku khawatir anak-anaknya tidak bisa melanjutkan sekolah jika kondisi ini terus berlanjut.

Krisis Dunia Kerja Pasca Pandemi

Meski pandemi telah berlalu, dunia kerja ternyata belum sepenuhnya pulih. Banyak perusahaan yang beroperasi dalam skala minimum, menggantungkan diri pada bantuan kredit atau stimulus dari pemerintah, yang jumlahnya kian terbatas.

Pengamat ketenagakerjaan, Erlangga Tanuwijaya, menilai bahwa situasi ini adalah akumulasi dari ketergantungan industri terhadap pasar ekspor dan lemahnya strategi perlindungan tenaga kerja.

“Pasca pandemi, tidak ada kebijakan industrial yang benar-benar mendorong restrukturisasi jangka panjang. Semua hanya bertahan dari bulan ke bulan,” jelas Erlangga.

Minimnya Perlindungan Pekerja, Ancaman Semakin Nyata

Banyak pekerja yang tidak mendapatkan pesangon layak atau kejelasan nasib setelah di-PHK. Beberapa di antaranya bahkan tidak memiliki jaminan sosial karena status kerja yang tidak tetap.

“PHK tidak selalu diumumkan secara resmi. Tahu-tahu besoknya sudah tidak dipanggil kerja,” kata Joko, buruh lepas di industri logistik. Ia mengaku sudah dua pekan tidak mendapat panggilan kerja tanpa penjelasan dari pihak perusahaan.

Perlunya Intervensi Pemerintah yang Nyata

Sejumlah serikat pekerja mendesak pemerintah untuk tidak tinggal diam. Diperlukan kebijakan afirmatif yang bukan hanya membantu perusahaan, tetapi juga menjamin hak-hak pekerja.

“Kalau terus dibiarkan, kita bisa masuk ke krisis ketenagakerjaan. Pengangguran akan meledak, ekonomi domestik bisa ikut jatuh,” tegas Erlangga. Ia juga menyarankan adanya reformasi sistem kontrak kerja dan jaminan sosial yang lebih adaptif terhadap dinamika industri.

Harapan Tersisa di Inovasi dan Diversifikasi

Di tengah tantangan ini, beberapa pelaku industri justru mulai melirik transformasi digital dan diversifikasi usaha untuk bertahan. Industri kreatif, logistik digital, dan UMKM berbasis daring mulai menunjukkan geliat, meski belum mampu menyerap tenaga kerja dalam skala besar.

Jika tak ingin sektor ketenagakerjaan terus berdarah, upaya kolaboratif dari negara, pelaku usaha, dan masyarakat harus segera dimulai.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved