Sumber foto: Google

Gelombang PHK di Industri Padat Karya Makin Masif, Pengamat Desak Pemerintah Turun Tangan

Tanggal: 30 Mei 2025 22:58 wib.
Tampang.com , Indonesia – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri padat karya semakin masif sejak awal tahun 2025. Kondisi ini menjadi perhatian serius para pengamat, yang menilai pemerintah perlu segera bertindak untuk mengatasi dampaknya.

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, mengatakan bahwa masifnya gelombang PHK yang terjadi saat ini tidak terlepas dari kondisi ekonomi global dan dalam negeri. Bahkan, ia memprediksi bahwa PHK masih akan berlanjut. “Jangan heran kalau di bulan-bulan ke depan akan banyak industri padat karya lainnya yang akan melakukan PHK,” ujar Agus dalam keterangannya, Jumat (30/5/2025).

Industri padat karya, yang membutuhkan banyak tenaga kerja dibandingkan penggunaan teknologi atau mesin, merupakan tulang punggung perekonomian nasional. Sektor-sektor yang termasuk di dalamnya antara lain tekstil, alas kaki, perkebunan (termasuk industri hasil tembakau), perikanan kelautan, kerajinan, konstruksi, serta pariwisata dan perhotelan.

Agus menyatakan bahwa saat ini industri dalam negeri tidak banyak berkembang karena banyaknya regulasi-regulasi restriktif dan pungutan ilegal, terutama terkait perizinan. Banyaknya pungutan ilegal ini membuat harga produksi menjadi lebih mahal. Akibatnya, ketika dijual untuk ekspor, produk Indonesia kalah bersaing dan hanya mampu mengandalkan pasar dalam negeri.


Peran Sentral Pemerintah dalam Perlindungan Pekerja

Dari sisi perlindungan pekerja, pengamat ketenagakerjaan, Timboel Siregar, menegaskan bahwa pemerintah memiliki peran sentral untuk mengatasi gelombang PHK di industri padat karya.

Sesuai dengan Pasal 151 Undang-Undang Cipta Kerja, pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK. Jika PHK tidak dapat dihindari, prosesnya harus dilakukan dengan transparansi dan melalui mekanisme penyelesaian yang telah ditetapkan.

“Seharusnya pemerintah pusat dan daerah rutin jemput bola ke perusahaan, untuk menanyakan apa yang menjadi hambatan,” tambah Timboel. Hal ini menjadi penting bagi Pemerintah untuk menghilangkan hambatan-hambatan atau regulasi-regulasi yang mengancam keberlangsungan industri-industri padat karya.

Selain itu, memonitor kebutuhan investor juga bisa menjadi langkah mitigasi pemerintah dalam hal PHK.


Dampak PHK terhadap Perekonomian dan Kriminalitas

Timboel memperingatkan bahwa fenomena PHK yang masif saat ini akan berdampak serius pada konsumsi masyarakat. Mengingat 52 persen PDB Indonesia ditopang oleh konsumsi rumah tangga, penurunan daya beli akibat PHK akan sangat terasa.

“Kalau ada PHK, masyarakat tidak memiliki uang lagi untuk belanja, dan konsumsi masyarakat menurun. Hal itu juga membuat kontribusi ke investasi berkurang, karena daya beli melemah, karena barang yang diproduksi tidak laku,” tutur Timboel.

Selain dampak ekonomi, Timboel juga menyoroti potensi kerawanan sosial dan peningkatan kriminalitas akibat banyaknya pengangguran. Ia menjelaskan bahwa Indonesia seharusnya belajar dari Amerika Serikat (AS), di mana isu PHK menjadi sangat krusial dan tingkat pengangguran terbuka menjadi isu yang sangat sensitif sebagai "peringatan bagi perekonomian".

Peringatan dari para pengamat ini menjadi desakan bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret dan konsisten dalam mengatasi akar masalah PHK di industri padat karya, demi menjaga stabilitas ekonomi dan sosial di Indonesia
Copyright © Tampang.com
All rights reserved