Gas Melon Kian Sulit Dicari, Harganya Merangkak Naik! Apa Reaksi Pemerintah?
Tanggal: 13 Mei 2025 22:27 wib.
Tampang.com | Tabung LPG 3 kg atau yang populer disebut gas melon, kini semakin sulit didapatkan di berbagai daerah. Kelangkaan ini diikuti kenaikan harga di tingkat pengecer yang sudah menyentuh Rp25.000—jauh di atas HET (Harga Eceran Tertinggi). Meski tidak ada pengumuman resmi kenaikan harga, masyarakat merasa pemerintah tengah "diam-diam" mengurangi subsidi.
Distribusi Diperketat, Akses Masyarakat Terbatas
Sejak awal 2025, pemerintah menerapkan kebijakan distribusi tertutup untuk LPG subsidi. Hanya warga yang terdata dalam sistem DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) yang bisa membeli LPG 3 kg. Hal ini membuat jutaan rumah tangga kecil yang tidak terdaftar kesulitan mendapatkan akses energi murah.
“Saya pedagang gorengan, nggak masuk data bantuan sosial. Sekarang beli gas saja susah dan mahal,” ujar Sulastri, warga Depok.
Kenaikan Harga Tak Resmi, Tapi Terasa
Kebijakan ini tak dibarengi sosialisasi menyeluruh, membuat masyarakat kebingungan. Banyak agen dan pengecer menaikkan harga diam-diam, menyebut distribusi terbatas sebagai alasan.
Menurut Asosiasi Pengecer LPG, kelangkaan ini bukan karena pasokan turun, melainkan karena distribusi yang kini diawasi ketat dan tidak merata.
Apakah Ini Cara Halus Mengurangi Subsidi?
Ekonom energi menilai kebijakan ini bagian dari strategi pemerintah untuk mengurangi beban subsidi energi tanpa menimbulkan gejolak besar.
“Secara de facto ini kenaikan harga. Pemerintah enggan akui secara terbuka karena sensitif, tapi rakyat tetap merasakannya,” kata Dr. Nurhadi, pengamat energi dari Universitas Indonesia.
Ia juga menambahkan bahwa jika kebijakan ini tidak diikuti dengan penyediaan alternatif energi terjangkau, maka golongan rentan akan makin terdampak.
Pemerintah Diminta Transparan dan Tepat Sasaran
LSM dan kelompok masyarakat sipil mendesak pemerintah untuk membuka data dan proses validasi penerima subsidi secara transparan. Selain itu, mereka juga menekankan pentingnya komunikasi publik yang jujur agar masyarakat bisa bersiap dan tidak merasa dibohongi.
“Kalau subsidi mau dicabut, sampaikan secara terbuka. Jangan lewat kelangkaan dan pembatasan diam-diam,” tegas Nurhadi.
Masyarakat Minta Kepastian, Bukan Sekadar Imbauan
Di tengah tekanan ekonomi, kebutuhan pokok seperti energi memasak adalah hal vital. Pemerintah perlu memastikan bahwa transisi subsidi dilakukan dengan strategi perlindungan sosial yang adil, bukan sekadar pembatasan yang membingungkan.
“Gas itu kebutuhan, bukan kemewahan. Jangan sampai rakyat kecil jadi korban lagi,” ujar Sulastri.