Gaji Swasta Dipotong Untuk Tapera, Pengamat: Kalau Kena Phk, Negara Harus Tanggung Jawab
Tanggal: 2 Jun 2024 21:18 wib.
Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah, menyampaikan harapannya agar pemotongan gaji pegawai swasta untuk Tapera disifatkan opsional. Dengan demikian, ASN, TNI-Polri tetap dikecualikan. Hal ini dikarenakan, jika pekerja swasta mengalami PHK, mereka akan secara otomatis menjadi pembayar mandiri yang bertanggung jawab karena tidak diurus oleh perusahaan. Oleh karena itu, negara seharusnya mempertimbangkan hal ini, dan harus hadir serta bertanggung jawab atas situasi tersebut.
Selain itu, Trubus juga mempertanyakan PP 21 yang mencerminkan adanya pengumpulan dana masyarakat oleh negara tanpa jelasnya kepastian kepemilikan rumah. Hal ini merupakan perhatian yang sangat serius dalam menciptakan keadilan bagi pekerja swasta. Pertanyaan lainnya muncul terkait situasi pekerja yang sudah memiliki cicilan atau KPR rumah, namun diwajibkan untuk tetap membayar Tapera.
"Bagaimana jika masyarakat menolak? Apakah mereka akan dipaksa? Tentu saja hal ini bukanlah solusi yang ideal. Khususnya, untuk pekerja swasta atau mandiri, pilihan untuk membayar Tapera seharusnya bersifat opsional atau wajib agar tidak menimbulkan keributan," ujarnya.
Tapera, atau Tabungan Perumahan Rakyat, adalah program yang dibuat untuk membantu masyarakat dalam memiliki rumah, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah. Namun, dalam implementasinya, pemotongan gaji untuk program ini telah menimbulkan berbagai pertimbangan dan kekhawatiran, terutama bagi pekerja swasta.
Selain itu, dalam hal ini, netizen turut mengemukakan beragam pendapat terkait kebijakan ini. Banyak yang menganggap bahwa pemotongan gaji untuk Tapera seharusnya bersifat opsional demi keadilan bagi pekerja swasta yang berpenghasilan tidak tetap. Selain itu, adanya keprihatinan terkait kepastian kepemilikan rumah dan kewajiban bayar Tapera bagi pekerja yang sudah memiliki cicilan atau KPR rumah juga menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Pemotongan gaji ini menjadi topik hangat karena menyangkut kepentingan pekerja swasta yang memang memiliki kekhawatiran akan kepastian masa depan. Terlebih lagi, dalam situasi pandemi saat ini, keberlangsungan ekonomi menjadi semakin tidak pasti, dan hal ini membuat pekerja swasta semakin berhati-hati dalam pengelolaan keuangan mereka. Kewajiban membayar Tapera menjadi beban tambahan yang dirasa cukup memberatkan, terutama bagi mereka yang tengah berjuang untuk mempertahankan pekerjaannya di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu.
Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah, menyoroti bahwa kebijakan ini dapat menimbulkan ketidakadilan bagi pekerja swasta. Terutama, dalam hal pembayaran Tapera yang diwajibkan, tanpa mempertimbangkan situasi pekerja yang mungkin mengalami PHK atau telah memiliki tanggungan kredit rumah. Hal ini membuat kebijakan ini perlu untuk dievaluasi lebih lanjut oleh pemerintah, agar tidak menimbulkan ketidakadilan bagi pekerja swasta.
Sebagai contoh, maraknya kasus PHK di tengah pandemi Covid-19 telah menimbulkan keprihatinan yang mendalam bagi pekerja swasta. Tidak sedikit dari mereka yang tengah berjuang untuk mempertahankan pekerjaannya, namun terpaksa harus menerima kenyataan pahit jika harus kehilangan pekerjaan mereka. Dalam situasi seperti ini, kewajiban membayar Tapera yang diwajibkan dapat memberatkan mereka yang tengah mengalami kondisi keuangan yang sulit akibat kehilangan pekerjaan.
Selain itu, perlu ada kejelasan terkait bagaimana Tapera dapat memberikan jaminan kepemilikan rumah bagi pekerja yang membayarnya. Hal ini penting untuk menghindari polemik di kalangan masyarakat terkait manfaat dari program ini, dan juga untuk memastikan bahwa program ini memberikan keuntungan yang sesuai bagi para pesertanya.