Sumber foto: iStock

Fenomena Mengejutkan: Pabrik China Bocorkan Harga Asli Tas Mewah, Warga AS Berburu Produk Murah!

Tanggal: 29 Apr 2025 10:15 wib.
Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kini menimbulkan dampak baru yang mengejutkan di dunia maya. Akibat tarif impor AS terhadap barang dari China yang melonjak hingga 145%, banyak pabrik China kini berinisiatif langsung memasarkan produk mereka ke konsumen Amerika melalui media sosial seperti TikTok.

Salah satu video viral memperlihatkan seorang pria yang memegang tas mirip Hermes Birkin, mengklaim bahwa biaya produksinya kurang dari US$1.400 (sekitar Rp23 juta). Padahal, tas Hermes Birkin yang asli dijual hingga US$38.000 (sekitar Rp640 juta). Meski video tersebut telah dihapus dari TikTok, banyak pengguna lain yang kembali mengunggahnya.

Dalam video tersebut, si pembuat konten mengklaim tas tersebut menggunakan bahan kulit dan perangkat keras serupa dengan Hermes, hanya saja tidak dilengkapi logo merek. Produk itu dijual dengan harga jauh lebih murah, sekitar US$1.000 (Rp16 jutaan).

Terkait hal ini, juru bicara Hermes menegaskan bahwa seluruh produk mereka diproduksi 100% di Prancis dan menolak memberikan komentar tambahan. Hal serupa juga terjadi pada Birkenstock, yang menyatakan produk mereka dibuat di Uni Eropa, serta Lululemon, yang membantah memiliki keterkaitan dengan pabrik-pabrik China tersebut.

Gelombang Dukungan untuk Produk China di Tengah Tarif Perang

Meski banyak video promosi dari pabrik China telah dihapus, fenomena ini menunjukkan tingginya minat masyarakat AS terhadap produk murah buatan China. Banyak warga AS bahkan menunjukkan solidaritas kepada para pedagang China dan mengkritik kebijakan tarif Presiden Donald Trump.

Influencer Amerika turut mempromosikan produk-produk tersebut di akun TikTok dan Instagram mereka, meningkatkan jumlah unduhan aplikasi e-commerce asal China seperti DHGate dan Taobao di Amerika. Hasilnya, DHGate sempat masuk ke daftar 10 aplikasi paling banyak diunduh di toko aplikasi Apple dan Google pada minggu kedua April 2025.

Video-video ini meraup jutaan penayangan dan ribuan like, menunjukkan besarnya simpati masyarakat AS terhadap produsen China di tengah memanasnya hubungan perdagangan kedua negara.

Warga AS Jadi Jembatan Baru untuk Produk China

Seiring meningkatnya ketegangan tarif, banyak warga Amerika yang berubah menjadi mitra afiliasi bagi platform e-commerce China. Salah satunya adalah Elizabeth Henzie (23) dari North Carolina, yang membuat daftar pabrik-pabrik China di akun TikTok pribadinya. Daftar tersebut mendapatkan lebih dari satu juta penayangan.

Kini, Henzie bekerja sebagai mitra afiliasi DHGate, menerima produk gratis untuk diulas serta mendapatkan komisi dari setiap pembelian yang terjadi lewat tautannya. Ia mengungkapkan rasa simpati terhadap produsen China yang berusaha mendukung konsumen AS di tengah situasi ekonomi yang sulit.

"Melihat negara-negara lain berupaya membantu konsumen Amerika benar-benar membangkitkan semangat saya," kata Henzie.

Media Sosial Jadi Jalur Perlawanan Baru

Matt Pearl dari Center for Strategic and International Studies menyatakan bahwa fenomena ini membangkitkan kesadaran politik masyarakat AS, seperti yang pernah terjadi saat wacana pemblokiran TikTok di negeri Paman Sam. Fenomena ini menyoroti betapa erat ketergantungan Amerika terhadap produk-produk buatan China.

Data dari Graphika menunjukkan, jumlah video yang mendorong warga AS membeli langsung dari pabrik China meningkat 250% dalam satu minggu hingga 13 April 2025. Di TikTok, tagar #ChineseFactory sudah mengumpulkan lebih dari 29.500 unggahan, sementara di Instagram, angka tersebut mencapai 27.300.

Pakar Ritel: Produk Viral Bukan Produk Resmi

Sucharita Kodali, analis ritel di Forrester, memperingatkan bahwa kecil kemungkinan produk yang dipromosikan melalui video viral itu benar-benar berasal dari pabrik resmi merek-merek mewah. Ia menekankan bahwa pabrik-pabrik resmi biasanya terikat kontrak kerahasiaan yang ketat dan tak mungkin mempertaruhkan hubungan jangka panjang mereka demi keuntungan jangka pendek.

Kodali juga menduga, gelombang promosi produk ini mendapat persetujuan tidak langsung dari pemerintah China. Di tengah ketegangan perdagangan, prioritas pemerintah China terhadap perusahaan-perusahaan luar seperti Lululemon atau Chanel mungkin berada di daftar prioritas yang rendah.

Pedagang China Berjuang di Tengah Anjloknya Penjualan

Bagi banyak pedagang dan pabrik di China, media sosial kini menjadi satu-satunya jalan bertahan. Yu Qiule, pemilik pabrik peralatan fitness di Shandong, mulai aktif mengunggah video ke TikTok sejak Maret 2025 setelah permintaan pesanan anjlok drastis.

Hal serupa dilakukan Louis Lv dari Hongye Jewelry Factory di Zhejiang, yang menyebut video-videonya baru mendapatkan perhatian luas setelah pemerintahan Trump mengumumkan kenaikan tarif baru.

"Filosofi kami sederhana: kami akan mengejar ke mana pun ada peluang bisnis," kata Lv.

Dengan semakin dekatnya tanggal 2 Mei 2025 — saat tarif baru resmi diberlakukan — banyak pabrik China berlomba-lomba menghabiskan stok mereka melalui penjualan langsung ke konsumen internasional.

TikTok dan Instagram Jadi Medan Perang Baru

Meskipun TikTok dan Instagram telah menghapus sebagian besar video yang dianggap melanggar kebijakan mereka terkait produk palsu, gelombang konten serupa terus bermunculan kembali. Ini memperlihatkan betapa kuatnya semangat para pedagang China dalam mempertahankan eksistensi mereka, serta betapa tingginya ketertarikan masyarakat global terhadap produk alternatif berharga miring di tengah perang dagang yang semakin panas.

Situasi ini menunjukkan bahwa di balik ketegangan geopolitik, kekuatan media sosial bisa menjadi alat baru dalam menggoyang dinamika ekonomi dunia.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved