Sumber foto: iStock

Era Mata Uang Virtual: Pengganti Uang Tunai dan Elektronik

Tanggal: 17 Sep 2024 19:45 wib.
Penggunaan mata uang virtual berbasis teknologi kripto, yang dikenal sebagai central bank digital currency (CBDC), kini tengah menjadi sorotan di hampir semua negara di seluruh dunia. Menurut Reuters, 134 negara yang mewakili 98 persen dari perekonomian global sedang mempertimbangkan penerbitan mata uang virtual, dengan setengah dari jumlah tersebut sudah memasuki tahap adopsi lanjut. Bukan hanya sebatas pertimbangan, beberapa negara seperti China, Bahama, dan Nigeria bahkan sudah mulai menggunakan mata uang virtual ini dalam transaksi sehari-hari.

Menurut Josh Lipsky dan Ananya Kumar dari Atlantic Council, penggunaan mata uang virtual meningkat pesat di negara-negara yang telah meluncurkan CBDC, termasuk di antaranya Bahama, Jamaika, dan Nigeria. China, salah satu negara pionir dalam penerbitan mata uang virtual dengan e-CNY, mencatat peningkatan transaksi sebesar empat kali lipat menjadi US$ 987 miliar. Hal ini menunjukkan adopsi yang pesat dan adanya potensi pertumbuhan yang signifikan dalam penggunaan mata uang virtual.

Lipsky juga memperkirakan bahwa Bank Sentral China kemungkinan akan meluncurkan CBDC secara penuh dalam setahun ke depan. Selain itu, perkembangan besar lainnya terjadi dengan bergabungnya Bank Sentral Eropa dan Bank Sentral AS dalam program CBDC lintas batas negara, bersama dengan enam bank sentral lainnya. Tindakan Bank Sentral AS ini dianggap sebagai terobosan, terutama mengingat AS sebelumnya dikenal sebagai salah satu negara yang paling lambat dalam mengadopsi CBDC akibat permasalahan privasi. Bahkan, pada Mei lalu, kongres AS telah menerbitkan Undang-Undang yang melarang penggunaan CBDC ritel, yaitu mata uang virtual yang bisa digunakan oleh umum.

Sementara itu, sistem CBDC wholesale yang digunakan untuk transaksi antar-bank telah mencapai 13 proyek. Salah satu proyek yang mengalami pertumbuhan terbesar adalah mBridge, yang menghubungkan China, Thailand, Uni Emirat Arab, Hong Kong, dan Arab Saudi. Kabarnya, proyek ini juga akan diperluas ke negara-negara lain di masa yang akan datang.

Selain negara-negara yang telah disebutkan, perkembangan CBDC juga telah terjadi di Rusia, di mana rubel digital kini dapat digunakan di wilayah Moskow serta untuk membeli bensin di SPBU. Bahkan, Iran juga dilaporkan tengah menyiapkan rial digital, menandakan adopsi yang semakin meluas di tingkat internasional.

Dalam konteks AS, Lipsky menyatakan bahwa apapun hasil Pemilu AS, The Fed telah tertinggal bertahun-tahun dalam hal adopsi CBDC. Hal ini mengingat pada Mei lalu, kongres AS sudah menerbitkan Undang-Undang yang melarang penggunaan CBDC ritel. Meskipun begitu, The Fed dalam beberapa waktu terakhir telah menampilkan keinginan untuk ikut serta dalam program CBDC dengan langkah-langkah konkret.

Penggunaan mata uang virtual berbasis CBDC menjadi semakin relevan dalam era digitalisasi ekonomi global. Adopsi yang semakin pesat dan pertumbuhan yang signifikan menunjukkan bahwa penggunaan mata uang virtual dapat menjadi pengganti uang tunai dan elektronik yang sudah terbiasa digunakan dalam sistem keuangan global saat ini. Oleh karena itu, keterlibatan negara-negara di seluruh dunia untuk aktif mengimplementasikan CBDC dapat menjadi landasan kuat dalam membangun ekosistem keuangan yang lebih modern dan efisien di masadepan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved