Sumber foto: Google

Ekspor Ikan Kerapu dan Napoleon dari Natuna-Anambas ke Hongkong Terhenti

Tanggal: 1 Jun 2025 09:59 wib.
Natuna, Tampang.com – Aktivitas ekspor ikan Kerapu dan Napoleon dari Natuna dan Anambas, Kepulauan Riau, ke Hongkong terhenti sejak Kamis (29/5/2025). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan bahwa terhentinya ekspor ini disebabkan oleh pengawasan ketat yang dilakukan Pemerintah Beijing terhadap masuknya barang lewat jalur laut.

Kepala Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Batam, Kepulauan Riau, Semuel Sandi Rundupadang, menyebutkan bahwa terhentinya kapal-kapal Hongkong yang mengambil ikan ekspor di Natuna dan Anambas sudah terjadi sejak Maret dan berlangsung hingga saat ini. “Informasi yang kami dapatkan salah satu penyebabnya karena Pemerintah Beijing memperketat pengawasan masuknya barang ke Hongkong lewat laut sejak terjadinya perang dagang antara Amerika dan China,” kata Semuel seperti dikutip dari Antara, Sabtu (31/5/2025).

Dia menjelaskan, ketegangan antara Pemerintah Beijing dengan Hongkong sejak perang dagang membuat Pemerintah Negeri Tirai Bambu itu mencurigai adanya penyelundupan barang lewat jalur laut yang masuk ke Hongkong. Hal ini menyebabkan pengawasan menjadi lebih ketat dari biasanya. Kondisi tersebut, lanjut Semuel, membuat kapal-kapal Hongkong tak lagi ke pelabuhan muat yang ada di Natuna dan Anambas untuk mengambil ikan-ikan ekspor. Kondisi serupa juga dialami pembudidaya ikan ekspor di wilayah Bitung, Makassar, Tarakan, dan Manado lebih dulu sebelum Kepulauan Riau.

Namun, Semuel menyebutkan bahwa beberapa pelaku usaha menggunakan jasa pengiriman lewat jalur udara untuk mengirim ikan kerapu ke Hongkong. “Kalau lewat udara tidak ada masalah, salah satu yang masih mengirimkan lewat udara dari Makassar, mereka masih kirim,” katanya. Hanya saja, biaya pengiriman lewat udara lebih mahal dibanding lewat laut. Untuk pengiriman dari Makassar ke Hongkong sebesar Rp 35.000 per kilogram. Untuk satu kargo seberat 25 koli, hanya berisi ikan 8 Kg, sisanya adalah air.

Semuel menyebutkan, jenis ikan yang dikirim lewat jalur udara adalah ikan berkualitas super seperti Kerapu Sunu, sehingga biaya pengiriman yang mahal masih bisa tertutup dengan harga ikan. Berbeda dengan ikan kerapu yang kebanyakan dibudidayakan oleh nelayan di Natuna dan Anambas, yakni jenis kerapu macan dan kerapu kertang, yang harganya bila dikirim lewat udara belum menutupi ongkos kirim. “Kalau pesawat itu biaya kargo pengiriman mahal, dikhawatirkan tetap maksa kirim biaya ongkos tidak nutup, pelaku usaha akan rugi,” ujar Semuel.

Semuel mengatakan, kondisi tersebut tidak hanya merugikan nelayan pembudidaya atau pelaku usaha, tetapi juga pemerintah yang kehilangan pendapatan dari aktivitas ekspor ikan hidup melalui jalur laut. Solusi terkait persoalan ini, menurutnya, berada di tataran tingkat pemerintah pusat, dalam hal ini KKP, dengan Pemerintah Beijing. “Kami telah melaporkan situasi ini ke pusat, untuk penyelesaian persoalan menjadi domain dari pemerintah pusat karena melibatkan dua negara,” ujar Semuel.

Sementara itu, sejumlah nelayan pembudidaya ikan kerapu dan napoleon di Natuna dan Anambas resah karena tidak beroperasinya kapal dari Hongkong yang menjemput hasil budidayanya, mengancam mata pencaharian mereka.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved