Eksploitasi Buruh Migran dalam Industri Fashion: Skandal Dior dan Armani
Tanggal: 18 Jul 2024 23:21 wib.
Industri fashion seringkali dianggap mewah dan penuh pesona, namun di balik keindahan tersebut tersimpan kisah kelam buruh migran yang dieksploitasi. Salah satu contohnya adalah Dior dan Armani yang dituduh membayar buruh migran ilegal asal China hanya sebesar Rp32 ribu per jam untuk membuat tas yang dijual seharga Rp45 juta. Insiden eksploitasi tenaga kerja ini terungkap oleh aparat penegak hukum di Italia yang berhasil menggerebek sejumlah tempat kerja ilegal yang terlibat dalam praktik ini.
Jaksa di Milan menuduh perusahaan-perusahaan high-end tersebut membayar subkontraktor untuk mempekerjakan migran Tiongkok dan pekerja asing lainnya, yang kemudian hanya dibayar sebesar US$2 - US$3 atau sekitar Rp32 ribu per jam. Para buruh ini tidak hanya diperlakukan dengan upah yang tidak manusiawi, namun juga dipaksa untuk bekerja dari sore hingga esok paginya dan bahkan pada hari libur serta akhir pekan. Tak jarang pula, para buruh migran ini harus tidur atau beristirahat di tempat mereka bekerja, kondisi yang jauh dari kemanusiaan.
Sebagaimana dilansir dalam laporan Sky News, Dior membayar US$57 atau sekitar Rp928 ribu kepada pemasok untuk memproduksi setiap tas tangan mereka, yang kemudian dijual seharga US$2.780 atau sekitar Rp45,27 juta. Sementara itu, Armani membayar sekitar US$270 atau sekitar Rp4,39 juta untuk memproduksi tas tangan mereka, yang dijual dengan harga US$2.000 atau sekitar Rp32,57 juta. Jelas terlihat bahwa perbedaan besar antara biaya produksi dengan harga jual yang terkesan tidak adil.
Hakim di Italia pun telah menyeret sejumlah perusahaan mode tersebut ke pengadilan, namun pihak-pihak terkait seperti Armani Group berusaha membantah tuduhan tersebut. Mereka menyatakan bahwa perusahaan selalu menerapkan langkah-langkah pengendalian dan pencegahan untuk meminimalkan penyalahgunaan dalam rantai pasok. Namun, informasi dari Kepolisian Italia menunjukkan fakta bahwa GA Operations, perusahaan yang meng-outsource produksinya kepada Armani, juga terlibat dalam menyewa subkontraktor untuk mempekerjakan buruh China.
Tentu saja, hal ini menimbulkan dampak yang besar tidak hanya di ranah sosial tapi juga ekonomi. Dari segi sosial, eksploitasi buruh migran menunjukkan ketidakadilan dalam dunia kerja, di mana hak-hak mereka sebagai pekerja tidak dihormati. Mereka harus bekerja dalam kondisi yang menyakitkan dan diperlakukan tidak manusiawi, hal ini tentu tidak sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang selama ini dianut oleh banyak institusi dan perusahaan.
Bahkan, dari sisi ekonomi, praktik ini menciptakan ketidakadilan yang signifikan. Perbedaan antara biaya produksi yang rendah dengan harga jual yang sangat tinggi mencerminkan ketidakseimbangan yang tidak adil. Para pekerja hanya menerima sebagian kecil dari nilai tambah yang dihasilkan dari produk-produk mewah ini. Dengan demikian, praktik eksploitasi ini tidak hanya merugikan buruh migran secara individual, namun juga merugikan masyarakat luas secara keseluruhan.
Saat ini, sangat penting bagi pemerintah, lembaga perlindungan buruh, dan perusahaan untuk bekerja sama guna menyelesaikan masalah ini. Pemerintah harus memberlakukan regulasi yang lebih tegas terkait dengan upah buruh migran, perlindungan hak-hak pekerja migran, dan hukuman bagi perusahaan yang terbukti melakukan eksploitasi tenaga kerja. Disisi lain, perusahaan-perusahaan fashion juga harus melakukan audit mendalam terhadap rantai pasok mereka, memastikan bahwa praktik kerja yang adil dan manusiawi benar-benar dijalankan, serta memastikan upah yang diberikan setara dengan kondisi kerja yang dihadapi.
Selain itu, konsumen juga memiliki peran penting dalam hal ini. Mereka sebagai pengguna akhir dari produk-produk fashion tersebut dapat memilih untuk mendukung merek-merek yang menerapkan praktik kerja yang adil dan bertanggung jawab. Dengan demikian, konsumen dapat memberikan tekanan kepada perusahaan untuk memperbaiki standar kerja mereka.
Dalam keseluruhan, eksploitasi buruh migran dalam industri fashion, seperti yang terjadi pada Dior dan Armani, adalah suatu masalah serius yang perlu mendapat perhatian semua pihak terkait. Upaya kolaboratif dari pemerintah, perusahaan, dan konsumen sangatlah penting dalam menjaga hak-hak dan martabat buruh migran, serta mencegah praktik kerja yang tidak manusiawi. Semoga kasus-kasus serupa dapat diungkap dan diatasi dengan tegas, sehingga industri fashion dapat berjalan dengan prinsip-prinsip yang lebih adil dan manusiawi.