Sumber foto: Pinterest

Ekonomi Syariah dan Politik Identitas: Dinamika Baru atau Strategi Lama?

Tanggal: 17 Apr 2025 08:37 wib.
Di era globalisasi saat ini, konsep ekonomi syariah semakin mendapatkan perhatian di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara dengan populasi Muslim yang besar. Ekonomi syariah tidak hanya sekedar mencakup transaksi keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, tetapi juga melibatkan berbagai aspek sosial dan budaya yang dapat menciptakan kesejahteraan komunitas. Namun, munculnya ekonomi syariah juga diikuti dengan politik identitas yang kian menguat. Pertanyaannya, apakah fenomena ini merupakan dinamika baru dalam masyarakat kita atau sekadar strategi lama yang dipolitisasi untuk kepentingan tertentu?

Politik identitas mengacu pada cara di mana kelompok-kelompok tertentu berusaha memperjuangkan kepentingan mereka melalui identitas budaya, agama, atau etnis. Dalam konteks Indonesia, di mana mayoritas penduduknya beragama Islam, politik identitas seringkali menggunakan ekonomi syariah sebagai alat untuk memperkuat posisi kelompok Muslim. Beberapa pengamat menyebutkan bahwa fenomena ini mulai muncul sebagai respons terhadap globalisasi yang cenderung mengarah kepada homogenisasi budaya dan ekonomi.

Dalam beberapa tahun terakhir, tren ini semakin terlihat jelas dengan munculnya berbagai produk dan layanan berbasis syariah, mulai dari perbankan syariah, asuransi syariah, hingga pariwisata halal. Pasar Muslim yang terus berkembang memberikan peluang besar bagi pelaku usaha yang ingin menjangkau konsumen Muslim. Namun, di balik peluang tersebut terdapat tantangan politik identitas yang tak bisa diabaikan. Di satu sisi, kebangkitan ekonomi syariah menciptakan identitas kolektif di kalangan masyarakat Muslim, tetapi di sisi lain dapat mempertajam perpecahan dengan kelompok non-Muslim.

Ekonomi syariah kerap kali diyakini sebagai antidot terhadap ekonomi konvensional yang dianggap tidak adil dan merugikan masyarakat. Banyak yang beranggapan bahwa dengan menerapkan prinsip syariah, mereka bisa menciptakan model ekonomi yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan. Dalam konteks ini, pasar Muslim menjadi arena di mana konsumen dapat memilih produk yang tidak hanya berkualitas tetapi juga sesuai dengan nilai-nilai agama mereka. Ini adalah bagian dari politik identitas yang berupaya menjadikan karakteristik Muslim sebagai faktor dominan dalam transaksi ekonomi.

Meski demikian, perlu dicatat bahwa tidak semua pendukung ekonomi syariah berorientasi politik identitas. Banyak dari mereka yang mendorong ekonomi syariah karena keyakinan bahwa sistem ini dapat memberikan manfaat sosial yang lebih luas, bukan hanya untuk komunitas Muslim, tetapi juga untuk masyarakat secara keseluruhan. Di sinilah letak kompleksitas dinamika antara ekonomi syariah dan politik identitas. Walaupun keduanya bisa saling mendukung, terdapat pula kemungkinan bahwa keduanya akan saling bertentangan, terutama dalam konteks persaingan antar kelompok di dalam masyarakat.

Kebangkitan ekonomi syariah dan politik identitas juga tercermin dalam kebijakan publik yang sering kali mempertimbangkan suara kelompok Muslim. Misalnya, dalam pemilihan umum, kandidat dari partai berbasis Islam cenderung mendapatkan dukungan yang lebih besar dari pemilih Muslim. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa pertumbuhan ekonomi syariah turut memengaruhi strategi politik identitas di tanah air.
Melihat semua realitas ini, penting untuk mendalami lebih lanjut tentang bagaimana kedua fenomena ini akan berkembang di masa depan. Apakah ekonomi syariah tetap akan menjadi alat politik identitas, atau akan ada transformasi yang lebih inklusif menuju sistem ekonomi yang dapat menguntungkan berbagai pihak tanpa memandang latar belakang agama? Dinamika ini memerlukan analisis yang lebih mendalam, terutama di tengah perubahan sosial yang cepat di masyarakat.
 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved