Sumber foto: google

Dosen UGM Ingatkan Luhut soal Kerja Sama Tanam Padi di RI dengan China, 1 Juta Hektare untuk Petani China

Tanggal: 7 Mei 2024 23:04 wib.
Dosen dari Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) yang bernama Bayu Dwi Apri Nugroho menyampaikan sorotan terhadap rencana pemerintah Indonesia untuk bekerja sama dengan China dalam pengembangan teknologi penanaman padi di wilayah Kalimantan Tengah. Rencana tersebut diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, setelah pertemuan ke-4 High Level Dialogue and Cooperation Mechanism (HDCM) antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat China di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, pada bulan April 2024.

Menurut Bayu, secara teori rencana ini memiliki potensi yang positif karena China telah terbukti menghasilkan produktivitas tinggi dalam teknologi pertaniannya. Namun demikian, dalam konteks Indonesia, terutama di Kalimantan Tengah, Bayu menekankan adanya kompleksitas yang sangat besar dalam mengembangkan komoditas pertanian. Faktor-faktor seperti kondisi lingkungan, iklim, tanah, hama, penyakit, dan aspek sosial masyarakat menjadi hal penting yang perlu dipertimbangkan.

Kearifan lokal dalam sektor pertanian juga menjadi perhatian utama bagi Bayu, yang sangat berbeda-beda antara daerah satu dengan daerah lainnya. Contohnya, di Jawa Tengah dan DIY, terdapat konsep pranata mangsa atau penanggalan Jawa yang menjadi panduan bagi petani dalam menjalankan aktivitas bercocok tanam. Pengetahuan ini sangat lokal dan bersifat temporal, serta sangat bergantung pada kondisi lingkungan setempat.

Selain itu, Bayu juga menyoroti perbedaan dalam cara budi daya petani, seperti perbedaan skala pertanian, perbedaan kesuburan antar petak sawah, dan berbagai aspek lainnya yang berkaitan dengan teknis pertanian. Menurutnya, pengalaman sukses di Cina tidak selalu dapat ditransfer begitu saja ke Indonesia, terutama di Kalimantan Tengah.

Dalam hal ini, Bayu berpendapat bahwa proyek penanaman tersebut sebaiknya tidak langsung dilakukan secara luas. Sebaliknya, perlu dilakukan uji coba dan piloting dengan demplot terlebih dahulu agar bisa mengetahui apakah bibit dari Cina cocok dengan kondisi lingkungan di Kalimantan Tengah atau tidak. Peran akademisi dan lembaga riset dianggap sangat penting dalam memikirkan solusi terbaik untuk menghadapi tantangan ini.

Bayu juga menyatakan harapannya agar pihak-pihak terkait dapat memperhatikan apakah bibit dari Cina bisa tumbuh dan berkembang dengan baik di Indonesia, serta menghasilkan produktivitas yang tinggi seperti di Cina. Jika bibit tersebut terbukti sesuai dengan kondisi riil di lapangan, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan skala produksi.

Di sisi lain, Luhut Binsar Pandjaitan telah menyatakan bahwa China merupakan negara yang sukses dalam mencapai swasembada beras. Oleh karena itu, pemerintah meminta China untuk melakukan transfer teknologi pertanian ke Indonesia. Rencananya, kerja sama tersebut akan diimplementasikan dalam penggarapan 1 juta hektare lahan di Kalimantan Tengah secara bertahap.

Namun, dalam hal ini Luhut juga menyatakan bahwa masih dibutuhkan pihak lokal sebagai mitra, serta pemasok kebutuhan industri maupun pasar dalam program ini. Diharapkan pula bahwa, dengan adanya kerja sama ini, impor beras Indonesia dapat dikurangi secara signifikan.

Dari sorotan dan pandangan Dosen UGM Bayu Dwi Apri Nugroho, dapat disimpulkan bahwa kerja sama tersebut perlu diawali dengan uji coba yang cermat dan dilakukan pada skala yang lebih kecil terlebih dahulu, sebelum diterapkan secara luas. Hal ini penting untuk memastikan bahwa teknologi dan bibit dari China dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan di Indonesia, terutama di Kalimantan Tengah. Dengan demikian, penerapan kerja sama tersebut diharapkan dapat memberikan hasil yang positif bagi swasembada beras dan pertanian Indonesia secara keseluruhan.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved