Dolar AS Mengalami Fluktuasi, Hampir Terjatuh ke Level Terendah dalam 3,5 Tahun
Tanggal: 30 Jun 2025 10:35 wib.
Mata uang dolar Amerika Serikat (AS) mengalami penurunan yang signifikan pada Jumat (27/6), mendekati titik terendah dalam 3,5 tahun jika dibandingkan dengan euro dan poundsterling (sterling). Penurunan nilai dolar AS ini dipicu oleh spekulasi di kalangan trader mengenai kemungkinan pemotongan suku bunga AS yang lebih dalam, terutama seiring menunggu kesepakatan perdagangan dari Presiden Donald Trump yang akan jatuh tempo pada bulan Juli.
Kondisi geopolitik yang sebelumnya bergejolak akibat konflik antara Israel dan Iran kini telah mereda setelah terjadinya gencatan senjata yang tampaknya dapat bertahan. Hal ini membuat fokus pasar minggu ini beralih ke kebijakan moneter yang diterapkan di AS. Rencana Trump yang akan segera mengumumkan kandidat pengganti Ketua Federal Reserve Jerome Powell turut memberikan dorongan positif bagi ekspektasi pasar bahwa bank sentral AS akan melakukan pemangkasan suku bunga.
Dalam kesaksian di hadapan Kongres AS minggu ini, Powell, yang masa jabatannya berakhir pada Mei 2026, juga terlihat lebih mendukung kebijakan dovish, yang semakin memperkuat ekspektasi akan adanya pemangkasan suku bunga lebih lanjut. Para trader kini memperkirakan pelonggaran suku bunga tahun ini akan mencapai 64 basis poin (bps), naik dari 46 bps yang diperkirakan sebelumnya pada hari Jumat.
"Semakin cepat pengganti Powell diumumkan, semakin cepat pula ia dapat dianggap sebagai 'bebek lumpuh'," ungkap Carol Kong, seorang ahli strategi mata uang dari Commonwealth Bank of Australia. Meskipun demikian, Trump sendiri tampaknya belum membuat keputusan mengenai siapa yang akan menjadi pengganti Powell, dan keputusan tersebut tidak akan diambil dalam waktu dekat, seperti yang diungkapkan oleh sumber dari Gedung Putih kepada Reuters pada hari Kamis lalu.
Di sisi lain, Trump telah sering kali mengkritik Powell dan menyerukan adanya pemotongan suku bunga dalam tahun ini, yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor terkait potensi pengurangan independensi dan kredibilitas bank sentral AS.
Berdasarkan laporan Reuters pada Jumat (27/6), nilai euro merosot ke angka US$ 1,16885 setelah sebelumnya sempat mencapai US$ 1,1745 dalam sesi perdagangan sebelumnya, yang merupakan level tertinggi sejak September 2021. Poundsterling juga tercatat mengalami pergerakan menuju nilai US$ 1,3725, mendekati level puncaknya di US$ 1,37701 yang tercatat pada hari Kamis.
Indeks dolar, yang menggambarkan nilai tukar mata uang AS terhadap enam mata uang utama lainnya, tetap berada di posisi mendekati level terendah sejak Maret 2022 pada angka 97,398, dan mencatatkan penurunan sebesar 2% sepanjang bulan Juni ini. Ini merupakan bulan keenam secara berturut-turut bagi indeks dolar untuk mencatatkan posisi negatif. Secara keseluruhan, indeks dolar telah merosot lebih dari 10% sepanjang tahun ini, yang diakibatkan oleh kebijakan tarif Trump yang menimbulkan kekhawatiran mengenai pertumbuhan ekonomi AS, dan mendorong investor untuk mencari alternatif lainnya.
Sementara itu, yen Jepang sedikit melemah di angka 144,56 per dolar, sedangkan franc Swiss juga tercatat pada angka 0,8013 per dolar, mendekati level terkuatnya dalam satu dekade terakhir. Dengan kondisi dolar AS yang semakin dalam, mata uang seperti dolar Australia pun mengalami penguatan, naik ke level tertinggi dalam tujuh bulan, mencapai US$ 0,6564 pada hari Kamis.
Bahkan, mata uang dari negara-negara berkembang juga merasakan dampak positif dari melemahnya dolar AS, seperti dolar Taiwan yang berhasil melambung ke level terkuatnya sejak April 2022. "Saat ini, banyak pihak yang menjual dolar AS—baik investor asing maupun eksportir," ungkap seorang trader yang berbasis di Taiwan kepada Reuters. "Bahkan saat ini, kami menerima instruksi dari klien besar untuk menjual posisi dolar AS mereka pada pagi ini."