Direktur Sritex Blak-blakan Soal Kesulitan di Tengah Isu Bangkrut
Tanggal: 26 Jun 2024 22:37 wib.
Direktur Keuangan PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Weilly Salam memberikan informasi terbuka tentang kondisi sulit yang dihadapi perusahaan di tengah isu ancaman bangkrut. Weilly mengungkapkan bahwa kondisi industri tekstil saat ini tidak stabil. Salah satu penyebabnya adalah dampak dari kondisi geopolitik serta banjir produk murah asal China di pasar tekstil global.
Menurut Weilly, terjadinya perang Rusia-Ukraina dan konflik Israel-Palestina telah mengganggu rantai pasokan dan menurunkan ekspor karena adanya perubahan prioritas konsumen di Eropa maupun Amerika Serikat. Hal ini berdampak langsung pada penjualan produk tekstil Sritex.
Disamping itu, masalah over supply produk tekstil dari China juga mempengaruhi pasar global. Harga produk tekstil China yang terlalu rendah menciptakan situasi dumping, terutama di negara-negara di luar Eropa dan China, termasuk Indonesia, yang memiliki peraturan impor yang kurang ketat. Akibatnya, penjualan produk Sritex belum pulih hingga saat ini.
Walaupun demikian, Weilly menegaskan bahwa perusahaan masih tetap beroperasi dengan tetap memperhatikan keberlangsungan usaha serta operasional menggunakan dana internal perusahaan maupun dukungan dari pihak sponsor. Selain itu, ia juga membantah rumor tentang ancaman bangkrut yang menimpa Sritex. Weilly menegaskan bahwa perusahaan tidak akan dinyatakan pailit pada tahun 2023.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa pihak perusahaan telah meminta keringanan kewajiban keuangan (pokok dan bunga) kepada kreditur. Sebagian besar kreditur telah menyetujui permohonan tersebut, sehingga Sritex masih dapat menjalankan operasionalnya dengan lebih baik.
Menyikapi kondisi global yang menurunkan industri tekstil, Sritex memiliki beberapa strategi yang diterapkan. Di antaranya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), reorganisasi SDM untuk meningkatkan efisiensi operasional, serta penerapan anggaran yang efisien dengan fokus pada produk yang mendukung tujuan bisnis berkelanjutan.
Perusahaan juga berencana untuk melakukan restrukturisasi dan konsolidasi internal guna memperkuat kinerja keuangan perusahaan. Selain itu, Sritex juga akan mereorganisasi struktur organisasi pemasaran yang lebih fokus pada bisnis unit sebagai 'profit center'. Hal ini diharapkan dapat membantu Sritex memperbaiki kinerja keuangannya.
Bukan hanya itu, perusahaan juga akan secara berkala meninjau dan mengevaluasi strategi agar dapat bersaing lebih efektif dalam menghadapi perubahan kondisi ekonomi global.
Sebelumnya, Sritex telah diisukan terancam bangkrut berdasarkan pernyataan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN). KSPN mencatat bahwa sekitar 13.800 buruh tekstil mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dari Januari 2024 hingga awal Juni 2024. Presiden KSPN, Ristadi, mengungkapkan bahwa PHK ini terjadi secara masif di Jawa Tengah, di mana sejumlah pabrik tekstil di bawah grup Sritex terkena dampaknya.
Ristadi menuturkan bahwa tingkat pesanan yang menurun merupakan faktor utama dari PHK massal tersebut. Hal ini telah mengarah pada penurunan produktivitas perusahaan dalam mempertahankan jumlah karyawan. Situasi ini mengindikasikan permasalahan serius yang dihadapi oleh industri tekstil di Indonesia.
Pada akhirnya, kondisi sulit yang dihadapi Sritex merupakan cerminan dari situasi global saat ini. Diperlukan upaya nyata dan strategi yang tepat agar perusahaan mampu bertahan dan berkembang di tengah tantangan yang ada. Di sisi lain, pemerintah juga diharapkan dapat memberikan dukungan dan kontribusi dalam menciptakan lingkungan usaha yang kondusif bagi industri tekstil nasional.
Dalam menghadapi dampak perang Rusia-Ukraina dan konflik Israel-Palestina, pemerintah dapat terlibat secara aktif dalam diploma ORANG ing ekonomi internasional untuk memperjuangkan kepentingan industri tekstil Indonesia. Hal ini dapat dilakukan melalui negoisasi kebijakan perdagangan internasional guna melindungi industri dalam negeri dari dampak negatif yang terjadi di pasar global. Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan insentif pajak atau keringanan bea masuk bagi industri tekstil dalam negeri untuk mendukung keberlangsungan usaha mereka.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan industri tekstil Indonesia, termasuk Sritex, dapat bangkit dan tetap bertahan di tengah dinamika ekonomi global yang tidak pasti.