Biodiesel 50 akan Tekan Harga Sawit Petani, SPKS Desak Pemerintah untuk waspada
Tanggal: 21 Okt 2025 09:06 wib.
Menguji Ketahanan Petani Sawit: Antara Ambisi B50 dan Realitas Lapangan
Indonesia, sebagai produsen kelapa sawit terbesar dunia, terus berupaya memperkuat kemandirian energi. Salah satu langkah strategis adalah meningkatkan kadar campuran biodiesel dari B40 menjadi B50. Program ini digadang mampu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil impor.
Namun, di balik ambisi besar tersebut, tersimpan kekhawatiran mendalam. Kenaikan kadar biodiesel berpotensi membawa dampak signifikan. Stabilitas harga Tandan Buah Segar (TBS) dan kesejahteraan petani sawit di Indonesia bisa terancam. Ini menjadi dilema di tengah upaya mencapai ketahanan energi nasional.
Jeritan Harga TBS: Ketika Subsidi Bebani Petani Swadaya
Kebijakan peningkatan biodiesel B50 tanpa evaluasi mendalam berisiko tinggi. Harga TBS di tingkat petani dapat tertekan. Akibatnya, kesejahteraan mereka akan menurun drastis. Ini menjadi beban berat bagi jutaan keluarga petani sawit di pedesaan.
Ketua Umum SPKS, Sabarudin, mengemukakan kekhawatirannya. Peningkatan menuju B50 kemungkinan besar akan diikuti kenaikan Pungutan Ekspor (PE). Dana ini akan dipakai untuk mendanai subsidi biodiesel. Kenaikan PE ini secara langsung berdampak pada penurunan harga TBS yang diterima petani.
Mengutip kajian dari Pranata UI, SPKS menjelaskan dampaknya. Kenaikan PE sebesar 1 persen saja mampu menurunkan harga TBS sekitar Rp 333 per kilogram. Bayangkan jika PE dinaikkan hingga 15,17 persen untuk membiayai B50. Harga TBS diprediksi bisa tertekan hingga Rp 1.725 per kilogram.
Penurunan ini sangat signifikan bagi petani swadaya. Pendapatan harian mereka akan terpangkas drastis. Kemampuan memenuhi kebutuhan pokok keluarga atau biaya pendidikan anak-anak pun terancam. Dampak negatif ini akan terasa di setiap rumah tangga petani.
Suara SPKS: Mendesak Evaluasi Komprehensif Sebelum Langkah Maju
Menanggapi potensi krisis tersebut, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) bersuara lantang. Mereka menyodorkan "evaluasi mendalam" sebagai metode krusial. Ini adalah langkah antisipatif yang harus dilakukan pemerintah. Evaluasi harus tuntas sebelum memutuskan kenaikan kadar biodiesel ke B50.
Evaluasi ini bukan sekadar kajian di atas kertas. SPKS mendesak kajian menyeluruh. Aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan harus dipertimbangkan. Pertanyaan krusialnya: siapkah petani sawit menanggung dampak negatif kebijakan ini?
Sebagai organisasi yang mewakili ribuan petani sawit, suara SPKS penting didengar. Mereka memahami kondisi di lapangan secara langsung. Perspektif mereka memberikan gambaran utuh. Kebijakan ini menyangkut hajat hidup orang banyak.
SPKS tidak menolak energi terbarukan. Namun, mereka ingin transisi ini berkeadilan. Keberlanjutan petani sawit harus menjadi prioritas utama. Evaluasi mendalam adalah kunci untuk mencapai tujuan tersebut.
Perisai Ekonomi Petani: Manfaat Kritis dari Evaluasi SPKS
Manfaat utama dari evaluasi yang didesak SPKS sangat jelas. Ini adalah perlindungan terhadap petani swadaya. Mereka tidak akan menanggung beban subsidi biodiesel yang tidak adil. Tujuan utamanya, memastikan petani tidak mengalami penurunan harga TBS yang merugikan.
Perlindungan ini bisa berupa skema harga yang stabil. Atau, mekanisme kompensasi yang adil bagi petani. Evaluasi dapat mengidentifikasi skenario terburuk. Dengan begitu, pemerintah dapat menyiapkan solusi mitigasi.
Kesejahteraan petani adalah fondasi ekonomi pedesaan. Jika petani terpuruk, ekonomi lokal pun ikut goyah. Evaluasi SPKS adalah upaya menjaga stabilitas ini. Ini tentang memastikan roda perekonomian terus berputar di tingkat akar rumput.
Harga yang stabil akan memberikan kepastian bagi petani. Mereka bisa merencanakan investasi kebun. Hidup keluarga pun menjadi lebih terjamin. Evaluasi ini adalah perisai pelindung bagi masa depan petani sawit.
Rentannya Petani Swadaya: Beban Subsidi dan Posisi Tawar yang Lemah
Kita perlu memahami, petani swadaya adalah kelompok paling rentan. Mereka seringkali memiliki posisi tawar yang sangat lemah di pasar. Ini membuat mereka mudah menjadi korban kebijakan. Dampak negatif dari B50 akan sangat terasa pada mereka.
Mereka secara tidak langsung menanggung beban subsidi tanpa menikmati keuntungan program. Misalnya, pungutan ekspor yang naik mengurangi pendapatan mereka. Namun, mereka tidak mendapatkan subsidi bahan bakar secara langsung. Ini menciptakan ketidakadilan struktural.
Struktur industri kelapa sawit juga berperan. Perusahaan besar memiliki modal dan akses pasar lebih kuat. Petani kecil seringkali bergantung pada tengkulak. Mereka menjual TBS dengan harga yang sudah dipotong. Kenaikan pungutan ekspor hanya menambah panjang daftar pemotongan ini.
Apakah adil jika kelompok paling rentan menanggung beban subsidi? Ini adalah pertanyaan besar. Keadilan sosial harus menjadi pertimbangan utama. Kita tidak bisa mengabaikan nasib jutaan petani sawit.
Menjaga Pilar Sawit Nasional: Mendorong Kesejahteraan Berkelanjutan
Dengan menekankan pentingnya evaluasi komprehensif, SPKS mendesak pemerintah. Tunda dulu kenaikan B50. Ini penting untuk menjaga stabilitas harga TBS. Keberlanjutan kesejahteraan petani sawit harus dipastikan.
Mereka adalah tulang punggung industri kelapa sawit nasional. Tanpa mereka, produksi minyak sawit akan terancam. Kesejahteraan mereka berarti ketahanan ekonomi nasional.
Pemerintah perlu mengambil keputusan bijak. Ambisi energi nasional harus selaras dengan keadilan sosial. Kita harus memastikan tidak ada yang tertinggal dalam transisi ini. Masa depan petani sawit ada di tangan para pembuat kebijakan.
Marilah kita bersama mendukung evaluasi yang adil. Pastikan kebijakan Biodiesel B50 membawa manfaat bagi semua pihak. Terutama bagi mereka yang berkeringat di kebun sawit setiap hari.