Dampak Pelemahan Rupiah Terhadap Perusahaan Tambang di Indonesia
Tanggal: 23 Jun 2024 20:14 wib.
Pemerintah Indonesia menjadi perhatian kancah internasional ketika Rupiahnya anjlok ke level Rp 16.445 per US$ pada hari Jumat, 21 Juni 2024. Dampak dari pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) telah menjadi perbincangan di berbagai kalangan, tak terkecuali di sektor pertambangan di Indonesia.
Menurut data dari Refinitiv, pelemahan Rupiah mencapai 0,12% dan bahkan sempat menyentuh titik terendah di angka Rp 16.475 per US$. Hal ini juga diikuti dengan depresiasi mingguan sebesar 0,3%. Dampak dari pelemahan Rupiah juga tidak lepas dari perhatian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mengeluarkan pernyataan mengenai hal ini.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, Irwandy Arif, menegaskan bahwa pelemahan Rupiah akan berdampak pada sektor pertambangan di Indonesia. Meskipun dari sisi pendapatan perusahaan tambang akan diuntungkan, terutama bagi eksportir komoditas, namun di sisi lain hal ini juga akan mempengaruhi peningkatan biaya operasional tambang, terutama untuk pengadaan barang atau peralatan yang masih diimpor dari luar negeri.
Menurut Irwandy, pengeluaran tambang akan bertambah untuk pembelian-pembelian barang dari luar negeri dengan pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS. Hal ini berpotensi meningkatkan biaya operasional tambang, terutama bagi perusahaan yang mayoritas produknya dijual untuk permintaan dalam negeri.
Irwandy juga menyinggung bahwa pelemahan Rupiah akan memberikan keuntungan bagi eksportir komoditas tambang karena menguatnya nilai tukar Dolar, Namun, tidak semua perusahaan akan diuntungkan, terutama bagi perusahaan tambang yang mayoritas produknya dijual untuk permintaan dalam negeri.
Salah satu contohnya adalah PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang memiliki porsi penjualan batu bara ke dalam negeri lebih besar dibandingkan perusahaan batu bara lainnya. Irwandy menekankan bahwa tidak semua perusahaan akan diuntungkan dengan pelemahan Rupiah terhadap Dolar, tergantung pada sifat ekspor dan import serta pemasaran produk perusahaan.
Menurut Irwandy, naik turunnya Rupiah terhadap Dolar AS merupakan siklus yang biasa terjadi. Untuk bisa mendongkrak Rupiah agar menguat, Irwandy mengungkapkan bahwa pemerintah menunggu kebijakan penurunan suku bunga The FED.
Menurut Irwandy, suku bunga yang tinggi akan membuat orang lebih memilih menanam uangnya di negara tersebut karena imbal hasil yang tinggi. Namun begitu suku bunga turun, uang akan kembali mengalir ke negara asalnya, termasuk ke Indonesia yang berpotensi menguatkan nilai tukar Rupiah kembali.
Lebih jauh, dampak pelemahan Rupiah terhadap perusahaan tambang juga terlihat dari aspek investasi dan proyeksi perusahaan. Pelemahan Rupiah bisa mengurangi nilai aset dalam Rupiah jika perusahaan memiliki utang dalam Dolar AS, sehingga menciptakan risiko keuangan yang perlu diperhitungkan secara matang.
Tidak hanya itu, pelemahan Rupiah juga dapat mempengaruhi daya saing perusahaan tambang di pasar internasional. Dengan nilai tukar Rupiah yang melemah, harga produk tambang Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar internasional. Namun, hal ini juga bisa membuat biaya produksi tambang menjadi lebih tinggi, terutama jika perusahaan tambang masih sangat bergantung pada impor barang atau peralatan dari luar negeri.