Sumber foto: iStock

Dampak Pelemahan Rupiah Terhadap Industri di Indonesia: Indofood Hingga Sritex

Tanggal: 25 Jun 2024 21:49 wib.
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) telah meresahkan berbagai sektor industri di Indonesia. Selama tahun 2024, rupiah melemah mencapai Rp16.390/US$1 pada perdagangan Senin (24/6/2024). Dampak negatifnya makin terasa pada beberapa perusahaan, terutama yang bergantung pada impor bahan baku.

Sebagai negara dengan sektor UMKM yang cukup besar, pelemahan rupiah tak hanya mempengaruhi industri besar, tetapi juga UMKM yang mengandalkan barang impor. Misalnya, pengusaha tempe, tahu, hingga kecap mengalami tekanan akibat kenaikan harga bahan mentah. Di samping itu, perusahaan besar dan emiten yang mengandalkan barang impor serta memiliki utang dalam denominasi dolar AS turut terdampak. Industri yang terpengaruh antara lain sektor transportasi, perusahaan semen, dan perusahaan farmasi.

Dampak pada Perusahaan-Perusahaan di Indonesia

Salah satu dampak yang dirasakan adalah kenaikan beban finansial yang dapat berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga menimbulkan pengangguran baru. Emiten dengan bahan baku impor, ketika bahan baku produknya didatangkan dari luar negeri, akan menghadapi tantangan akibat pelemahan rupiah. Hal ini membuat harga pokok penjualan semakin meningkat, yang pada akhirnya dapat menekan margin keuntungan perusahaan.

Beban ini juga diperparah oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki utang dalam mata uang dolar AS. Utang yang harus dibayarkan dalam dolar AS akan meningkat secara otomatis akibat pelemahan nilai tukar rupiah. Salah satu emiten yang dirugikan dari kondisi ini adalah PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). Selain itu, PT Modernland Realty Tbk (MDLN) dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) juga merasakan dampak negatif dari pelemahan rupiah karena memiliki utang dalam dolar AS. Sektor farmasi juga menghadapi tekanan serupa dengan masih tingginya ketergantungan pada impor bahan baku.

Salah satu emiten tekstil yang nyaris bangkrut adalah PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL). Sritex mulai karam tertimbun utang, padahal Sritex merupakan perusahaan yang sudah berdiri lebih dari 50 tahun dan sempat berjaya karena kualitas produknya.

Sritex memiliki masalah kesehatan keuangan akibat utang yang menggunung. Pada semester I 2023, Sritex menanggung defisit modal atau ekuitas negatif karena jumlah liabilitas yang lebih besar dari aset. Ini berarti kondisi Sritex di ambang kebangkrutan sebab jumlah jika hutang jatuh tempo tidak bisa dibayar, bahkan ketika menjual aset pun tidak mampu menutupi semua hutang.

Jumlah liabilitas Sritex adalah sebesar US$1,57 miliar atau Rp23,8 triliun (kurs=Rp15.200/US$). Sementara jumlah aset Sritex hanya US$707,43 juta atau Rp10,75 triliun, sedangkan defisit modal sebesar US$707,46 juta atau sekitar Rp 10,7 triliun.

Sritex menanggung utang jangka panjang yang besar, terutama dari bank dan penerbitan obligasi. Nilainya bahkan jauh lebih besar dari total aset SRIL.

Dampak pada Sektor Garmen dan Industri Tekstil

Di industri tekstil, pelemahan rupiah telah menyebabkan beberapa perusahaan garmen gulung tikar. Pabrik tekstil, garmen, dan alas kaki di Indonesia terpaksa menghentikan operasionalnya. Permintaan yang sepi dan tingginya beban operasional menjadi penyebab bangkrutnya sejumlah perusahaan garmen. Misalnya, pabrik garmen PT Cahaya Timur Garment di Pemalang, Jawa Tengah, dan PT Sepatu Bata Tbk (BATA) di Purwakarta, Jawa Barat, menutup operasionalnya.

Perusahaan di industri tekstil yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga menghadapi berbagai masalah, dengan beberapa di antaranya nyaris bangkrut. Gelombang PHK tak terelakkan lagi di sektor ini.

Pelemahan rupiah juga memberikan dampak besar bagi sektor farmasi, yang masih sangat bergantung pada impor bahan baku. Perusahaan farmasi seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Pyridam Farma Tbk (PYFA), dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF) juga turut merasakan tekanan akibat pelemahan rupiah.




Kode Saham
Perusahaan
Notasi
Keterangan


HDTX
Panasia Indo Resources Tbk
E,XE

Laporan keuangan terakhir menunjukkan ekuitas negatif berdasarkan laporan keuangan 2024 Kuartal I



CNTX
Century Textile Industry Tbk
E,XE

Laporan keuangan terakhir menunjukkan ekuitas negatif berdasarkan laporan keuangan 2023 Kuartal III



ESTI
Ever Shine Textile Industry Tbk
XX

Perusahaan Tercatat dicatatkan di Papan Pemantauan Khusus



SBAT
PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk
M,L,S,XM

Adanya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)



TFCOT
Tifico Fiber Indonesia Tbk
XX

Perusahaan Tercatat dicatatkan di Papan Pemantauan Khusus



SSTM
Sunson Textile Manufacturer Tbk
XX

Perusahaan Tercatat dicatatkan di Papan Pemantauan Khusus



UNIT
Nusantara Inti Corpora Tbk
L,Y,XL

Perusahaan Tercatat terakhir menyampaikan laporan keuangan 2020 Kuartal II



POLYA
Asia Pacific Fibers Tbk
E,XE

Laporan keuangan terakhir menunjukkan ekuitas negatif berdasarkan laporan keuangan 2023 Tahunan



MYTX
PT Asia Pacific Investama Tbk
E,XE

Laporan keuangan terakhir menunjukkan ekuitas negatif berdasarkan laporan keuangan 2023 Tahunan



SRIL
PT Sri Rejeki Isman Tbk
M,E,L,XM

Adanya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)



Copyright © Tampang.com
All rights reserved