Dampak Boikot Israel Terhadap Pendapatan Starbucks di Q2 2024
Tanggal: 1 Agu 2024 17:16 wib.
Waralaba kopi terkenal asal Amerika Serikat, Starbucks, telah mengumumkan kondisi pendapatannya pada periode April-Juni 2024. Data ini terungkap dari laporan keuangan yang dirilis pada Selasa, 30 Juli 2024.
Menurut situs resmi perusahaan, penjualan bersih Starbucks turun sebesar 1% secara year-on-year, mencapai nilai US$ 9,11 miliar (sekitar Rp 149 triliun). Penjualan di toko yang sama mengalami penurunan sebesar 3% pada kuartal tersebut, yang disebabkan oleh penurunan transaksi sebesar 5%.
AS dan China secara geografis mencakup 61% dari portofolio global perusahaan, dengan total 16.730 dan 7.306 gerai Starbucks masing-masing. Namun, di AS, terjadi penurunan penjualan sebesar 6% dan penjualan di toko yang sama di dalam negeri turun 2%.
Di luar Amerika Utara, penjualan toko yang sama juga mengalami penurunan, yakni sebesar 7%. Sedangkan di China, pasar terbesar kedua untuk Starbucks, penjualan di toko yang sama bahkan anjlok hingga 14%.
Hasil ini muncul setelah laporan laba rugi yang mengecewakan pada bulan April sebelumnya, yang juga menuai tanggapan keras di Wall Street. Boikot sejumlah warga terhadap perusahaan ini, akibat dianggap mendukung aksi militer Israel dalam konflik Gaza, turut mempengaruhi kinerja Starbucks.
Hal ini mendorong Kepala Eksekutif (CEO) Starbucks, Laxman Narasimhan, untuk menjanjikan pemulihan. Narasimhan menekankan peningkatan pelatihan, manajemen karyawan, dan penggunaan teknologi yang efektif guna menggenjot kembali pasar.
Dalam rilis resmi, Narasimhan mengungkapkan bahwa hasil tersebut menunjukkan bahwa strategi peningkatan pelatihan, manajemen karyawan, dan teknologi sudah mulai membuahkan hasil yang positif. Menurutnya, "Indikator bisnis dan operasional menunjukkan perkembangan positif, dan kami masih memiliki ruang untuk pertumbuhan lebih lanjut."
"Kami sedang memperbaiki citra merek kami. Kami juga sedang membangun kembali fondasi operasional dan rantai pasokan kami," tambahnya.
Khusus untuk China, Narasimhan mengakui bahwa Starbucks menghadapi persaingan yang semakin ketat dari kedai kopi lokal yang menawarkan harga lebih terjangkau. Namun begitu, ia menyatakan bahwa transaksi harian rata-rata dan penjualan mingguan di China terus mengalami peningkatan dari kuartal ke kuartal.
"Kami saat ini sedang mempertimbangkan untuk menjalankan kemitraan strategis guna mendukung pertumbuhan kami di China," ungkapnya, tanpa menjelaskan lebih lanjut mengenai bentuk kemitraan yang dimaksud.
Berdasarkan data yang diungkapkan, terlihat bahwa kondisi politik dan sosial di luar maupun di dalam negeri, terutama yang berkaitan dengan kontroversi politik atau isu-isu internasional, dapat memengaruhi performa perusahaan internasional seperti Starbucks. Dari sini, perusahaan perlu terus mengantisipasi risiko dan menyesuaikan strategi guna menjaga daya saingnya di pasar global.