Buntut Tukin Dihapus, Para Dosen Bali Nusra Surati Presiden
Tanggal: 21 Jan 2025 11:38 wib.
Keputusan pemerintah untuk menghapus tunjangan kinerja (tukin) bagi dosen aparatur sipil negara (ASN) baru-baru ini memicu reaksi keras dari kalangan tenaga pendidik, terutama di wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Penghapusan tukin yang selama ini menjadi salah satu insentif bagi dosen, ternyata menimbulkan keresahan dan ketidakpuasan di kalangan dosen ASN di perguruan tinggi. Sebagai bentuk protes, Asosiasi Dosen ASN Seluruh Indonesia (ADAKSI) wilayah Bali, NTB, dan NTT mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.
Penghapusan tukin yang diumumkan oleh pemerintah membuat seluruh dosen di perguruan tinggi (PT) geger, terutama mereka yang bekerja sebagai ASN. Tukin, atau tunjangan kinerja, selama ini menjadi salah satu insentif yang penting bagi dosen ASN untuk meningkatkan kinerja mereka dalam mengajar, melakukan penelitian, dan melaksanakan tugas lainnya di perguruan tinggi. Tunjangan ini menjadi salah satu pengakuan atas dedikasi dan kontribusi dosen dalam dunia pendidikan tinggi.
Namun, keputusan pemerintah untuk menghapus tukin tersebut menimbulkan kekhawatiran dan ketidakpuasan dari kalangan dosen. Mereka merasa bahwa penghapusan tukin bisa berdampak negatif pada semangat kerja dosen yang selama ini sudah terbiasa dengan insentif tersebut. Hal ini juga bisa mempengaruhi kualitas pendidikan di perguruan tinggi, karena motivasi dosen dalam menjalankan tugasnya akan berkurang tanpa adanya penghargaan yang jelas terkait kinerja mereka.
Sebagai respons terhadap keputusan tersebut, sebanyak 296 dosen di wilayah Bali, NTB, dan NTT mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim. Surat terbuka tersebut berisi sejumlah tuntutan yang meminta agar penghapusan tukin tersebut dipertimbangkan kembali dan dihentikan. Para dosen ini menekankan pentingnya tukin sebagai bentuk apresiasi terhadap kinerja mereka yang selama ini berkontribusi besar dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia.
Para dosen juga mengingatkan bahwa, selain sebagai insentif, tukin juga berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan dosen. Sebagian besar dosen di perguruan tinggi, terutama di daerah-daerah seperti Bali, NTB, dan NTT, tidak hanya bergantung pada gaji pokok, tetapi juga pada tukin untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mendukung kegiatan akademik mereka. Penghapusan tukin, menurut mereka, dapat menurunkan kualitas dan semangat pengajaran yang berdampak pada dunia pendidikan.
Dalam surat terbuka tersebut, ada beberapa tuntutan yang disampaikan oleh para dosen, antara lain:
Membatalkan Penghapusan Tukin: Dosen meminta agar pemerintah mempertimbangkan kembali keputusan untuk menghapus tukin, karena dampaknya yang besar terhadap kesejahteraan dan motivasi dosen.
Peningkatan Kesejahteraan Dosen: Selain masalah tukin, dosen juga meminta agar pemerintah memperhatikan kesejahteraan mereka secara lebih komprehensif, baik dari sisi gaji maupun fasilitas yang mendukung kinerja akademik.
Pengakuan atas Kinerja Dosen: Dosen meminta agar kinerja mereka lebih dihargai, mengingat tantangan yang mereka hadapi dalam mendidik generasi penerus bangsa, apalagi di tengah situasi pandemi yang menuntut mereka untuk beradaptasi dengan teknologi pembelajaran.
Surat terbuka ini juga mencerminkan betapa pentingnya mendengarkan aspirasi dari tenaga pendidik, yang menjadi pilar utama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Dosen sebagai pendidik berperan penting dalam mencetak generasi yang kompeten dan siap menghadapi tantangan zaman. Oleh karena itu, penghapusan tukin tanpa adanya kebijakan pengganti yang sebanding dapat merugikan tenaga pendidik, dan pada akhirnya berpengaruh pada kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.
Mengingat pentingnya peran dosen dalam pembangunan SDM Indonesia, pemerintah diharapkan dapat menemukan solusi yang terbaik untuk mengatasi permasalahan ini, agar tidak ada lagi ketidakpuasan yang muncul di kalangan tenaga pendidik.
Buntut dari penghapusan tukin oleh pemerintah telah menyebabkan kegelisahan di kalangan dosen, terutama di wilayah Bali, NTB, dan NTT. Para dosen merasa bahwa kebijakan ini dapat merugikan mereka dan berdampak pada kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Dengan mengirimkan surat terbuka kepada Presiden dan Menteri Pendidikan, mereka berharap suara mereka didengar dan pemerintah dapat mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut. Transparansi dan dialog yang konstruktif antara pemerintah dan tenaga pendidik sangat diperlukan agar kebijakan yang diambil bisa menguntungkan semua pihak, terutama dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.