Bukti Turun Kelasnya Kelas Menengah RI Terlihat dari Data Transaksi QRIS
Tanggal: 15 Sep 2024 13:42 wib.
Data transaksi QRIS menunjukkan adanya penurunan volume transaksi di beberapa bank, menjadi salah satu indikasi turunnya kelas menengah ke kelompok menengah rentan dan rentan miskin. Hal ini diungkapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat adanya penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia dari 2019 hingga 2024.
Pada 2019, jumlah kelas menengah di Indonesia tercatat sebanyak 57,33 juta orang atau setara dengan 21,45% dari total penduduk. Namun, pada 2024, jumlah ini menurun menjadi 47,85 juta orang atau setara dengan 17,13% dari total penduduk. Artinya, terdapat sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah yang turun kelas. Di sisi lain, kelompok masyarakat kelas menengah rentan atau aspiring middle class justru mengalami peningkatan, dari 2019 sebanyak 128,85 juta orang menjadi 137,50 juta orang pada 2024.
Sementara itu, kelompok masyarakat rentan miskin juga mengalami peningkatan jumlahnya dari 54,97 juta orang pada 2019 menjadi 67,69 juta orang pada 2024. Data ini menunjukkan bahwa banyak golongan kelas menengah yang turun kelas ke kelompok masyarakat rentan miskin atau kelas menengah rentan.
Bank Jatim (BJTM) mencatat adanya penurunan transaksi QRIS sejak Juni hingga Agustus 2024. Direktur Utama Bank Jatim, Busrul Iman, mencatat bahwa transaksi QRIS Merchant mengalami penurunan yang signifikan. Pada bulan Juni 2024, nominal transaksi QRIS Merchant mencapai Rp176,30 miliar, namun menurun menjadi Rp127,91 miliar pada bulan Juli. Meskipun hanya mengalami kenaikan tipis pada bulan Agustus menjadi Rp130,51 miliar, namun data ini tetap menunjukkan adanya penurunan transaksi yang cukup tajam.
Bank Jatim juga mencatat bahwa meskipun nominal transaksi QRIS Merchant pada bulan Agustus mengalami pertumbuhan jika dibandingkan dengan bulan Januari, namun tren penurunan transaksi QRIS tersebut terjadi seiring dengan deflasi inti yang terjadi selama empat bulan berturut-turut sejak Mei 2024.
Di sisi lain, transaksi melalui tabungan digital Bank Jatim, J Connect mobile, dan kartu debit masih mengalami pertumbuhan positif. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran pola transaksi masyarakat dari transaksi tunai ke transaksi digital yang lebih efisien.
Bank Oke Indonesia (DNAR) juga mengalami penurunan pada tabungan yang terhimpun. Direktur Kepatuhan OK Bank, Efdinal Alamsyah, menjelaskan bahwa penurunan ini mencapai sekitar 12% secara tahunan per 4 September 2024. Menurutnya, penurunan daya beli membuat nasabah lebih memilih mengalihkan pengeluaran mereka ke kebutuhan dasar atau barang yang lebih esensial.
Bank BJB (BJBR) juga mengalami dampak dari tren penurunan konsumsi kelas menengah yang menyebabkan nilai transaksi nasabah menurun. Meskipun frekuensi transaksi masih mengalami peningkatan, namun nilai transaksi menurun. Direktur Utama BJB, Yuddy Renaldi, menekankan bahwa kondisi ini bukan hanya terjadinya penurunan nilai uang yang ditransaksikan, tetapi juga menunjukkan adanya penekanan terhadap daya beli uang tersebut akibat inflasi.
Selain itu, Bank swasta terbesar di Indonesia, BCA (BBCA), juga tidak luput dari dampak penurunan kelas menengah. Meskipun tidak berdampak pada transaksi QRIS atau debit, namun kredit retail mengalami penurunan. Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, mengakui bahwa tren penurunan kelas menengah berpengaruh pada kredit retail. Meskipun begitu, ia menjelaskan bahwa kredit konsumsi seperti KPR dan KKB tetap mengalami pertumbuhan karena nilai bunga yang rendah.
Data-data tersebut menunjukkan bahwa terdapat penurunan signifikan dalam transaksi QRIS di beberapa bank yang menandakan bahwa kelompok kelas menengah semakin sulit untuk mempertahankan posisinya. Hal ini juga menjadi salah satu pertanda turunnya kelas menengah ke kelompok menengah rentan dan rentan miskin di Indonesia. Dengan kondisi ekonomi yang semakin sulit, perlu adanya langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan ini agar kelas menengah dapat kembali memperoleh stabilitas ekonomi yang lebih baik.