Boikot Uniqlo di China: Dampak dan Dukungan
Tanggal: 3 Des 2024 12:55 wib.
Uniqlo, perusahaan ritel fesyen asal Jepang, dalam beberapa waktu terakhir mendapati dirinya menjadi sasaran boikot dari konsumen di China. Hal ini terjadi setelah kepala eksekutifnya, Tadashi Yanai, menyatakan bahwa perusahaan tidak menggunakan kapas dari wilayah Xinjiang ujung barat.
Pernyataan tersebut muncul dalam laporan wawancara oleh British Broadcasting Corporation (BBC) pada Kamis (28/11/2024) yang kemudian menjadi viral di platform media sosial China Weibo pada Jumat (29/11/2024). Kehadiran Uniqlo yang telah lama menjadi salah satu merek paling populer di pasar fesyen China, kini mengalami goncangan akibat kontroversi ini.
Dalam wawancara tersebut, Yanai yang awalnya menanggapi pertanyaan BBC mengenai penggunaan kapas dari Xinjiang dengan menjawab, "Kami tidak menggunakan kapas dari sana," sebelum menyela dirinya sendiri untuk mengatakan bahwa dia tidak ingin melanjutkan jawabannya karena "terlalu politis". Klarifikasi yang terkesan mengambang tersebut memunculkan perdebatan dan kecaman dari berbagai pihak di China.
Fast Retailing, perusahaan yang menjalankan Uniqlo, awalnya telah mengklaim tidak membuat produk apa pun di Xinjiang pada tahun 2020. Namun, Yanai dalam wawancara media lainnya menyatakan bahwa Uniqlo ingin tetap netral dalam isu pengadaan bahan baku.
Isu pengadaan dari Xinjiang menjadi sensitif, terutama karena sejumlah organisasi hak asasi manusia dan pemerintah AS menuduh China melakukan pelanggaran terhadap penduduk Uighur. Isu ini menjadi bola panas bagi perusahaan asing yang memiliki pasar besar di China.
Boikot terhadap Uniqlo bukanlah fenomena baru di China. Pada tahun 2021, pesaing Uniqlo, H&M, menghadapi boikot konsumen di China karena pernyataan di situs webnya yang menyatakan kekhawatiran tentang tuduhan kerja paksa di Xinjiang, dan mengumumkan bahwa mereka tidak akan lagi mengambil kapas dari wilayah tersebut. Dalam konteks ini, boikot terhadap merek fesyen asing yang terlibat dalam isu Xinjiang menjadi semakin terasa intensitasnya.
Sementara Uniqlo terus berupaya menjaga citranya di pasar China, keputusan untuk tetap netral atau memberikan klarifikasi yang sudah cukup jelas menjadi tanda tanya bagi konsumen setia mereka.
Dukungan terhadap hak asasi manusia di Xinjiang juga menjadi simbol dalam industri fesyen global, dengan merek-merek fesyen terkenal lainnya juga terlibat dalam diskusi tentang etika produksi dan tanggung jawab sosial.
Boikot terhadap Uniqlo telah memicu analisis tentang dampak jangka panjang terhadap merek dan penjualan perusahaan di China. Kepercayaan konsumen dan reputasi merek menjadi taruhan dalam konflik ini. Namun, apakah boikot ini akan berdampak jangka panjang terhadap penjualan Uniqlo di China, masih menjadi pertanyaan yang belum terjawab dengan pasti.
Pelbagai reaksi muncul dari berbagai pihak terkait isu ini. Pemerintah China, misalnya, telah membantah adanya pelanggaran di wilayah Xinjiang, yang merupakan tempat asal sebagian besar kapas produksi China. Selain itu, reaksi dari para pengguna media sosial China juga menjadi indikator seberapa besar dukungan atau protes terhadap keputusan Uniqlo terkait isu ini.
Meskipun Uniqlo telah berupaya untuk menjaga netralitasnya dalam isu pengadaan kapas dari Xinjiang, keputusan ini dapat menempatkan mereka pada tekanan yang lebih besar dari konsumen dan pemerintah China.
Dalam konteks global, sejumlah perusahaan fesyen besar lainnya juga dapat terlibat dalam konflik serupa di masa depan. Akan menjadi penting untuk melihat bagaimana perusahaan-perusahaan ini menanggapi isu-isu yang sensitif dalam produksi dan tanggung jawab sosial mereka.
Demikianlah, Uniqlo telah menjadi sorotan karena keputusan mereka terkait dengan penggunaan kapas dari Xinjiang, yang telah menimbulkan dampak besar terhadap citra merek dan penjualan mereka di China.
Isu-isu sensitif seperti ini memberikan tantangan baru bagi perusahaan-perusahaan global yang beroperasi di China, dan menjadi cerminan penting tentang pentingnya tanggung jawab sosial korporasi dalam menghadapi isu-isu yang bersifat politis dan kemanusiaan. Dengan demikian, isu ini bukan hanya berdampak pada Uniqlo, tetapi juga memberi pelajaran bagi industri fesyen global secara keseluruhan.