Biayai APBN Pertama Prabowo, Pemerintah Tarik Utang Lebih Awal
Tanggal: 30 Sep 2024 14:33 wib.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membuka peluang melakukan prefunding untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Prefunding adalah istilah yang merujuk pada penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebelum dimulainya tahun anggaran sebuah APBN.
Menurut Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Riko Amir, peluang ini terbuka lantaran yield SBN yang turun belakangan ini. Penurunan yield SBN tersebut dianggap sebagai kesempatan untuk mendapatkan pembiayaan yang relatif murah. "Biaya utang direpresentasikan dari yield yang menurun, kita punya opportunity penerbitan utang tahun ini untuk pembiayaan tahun depan," ujar Riko.
Pelaksanaan prefunding ini tentu harus mempertimbangkan kondisi pemenuhan utang untuk APBN 2024. Riko menegaskan bahwa apabila semua indikator itu telah terpenuhi, maka terbuka kesempatan untuk menerbitkan SBN prefunding. Dia juga menyatakan bahwa prefunding telah diatur dalam Undang-Undang APBN dan hanya dapat dilakukan pada kuartal-IV.
Selain itu, pada APBN 2025 atau APBN tahun pertama Presiden Terpilih Prabowo Subianto, pemerintah berencana menambah utang sebanyak Rp 775 triliun. Utang tersebut akan berasal dari beberapa sumber, seperti penerbitan SBN dan pinjaman. Rencananya, penerbitan SBN netto sebanyak Rp 642,5 triliun, sedangkan pinjaman akan mencapai Rp 133 triliun.
Menurut salinan Undang-Undang APBN 2025, pinjaman tersebut akan berasal dari dalam negeri sebanyak Rp 5,1 triliun dan dari luar negeri sebanyak Rp 128 triliun. Secara keseluruhan, postur APBN 2025 dirancang memiliki belanja sejumlah Rp 3.621 triliun dan pendapatan sebesar Rp 3.005 triliun, dengan defisit anggaran sebesar 2,53% dari PDB atau senilai Rp 616 triliun.
Dengan langkah ini, pemerintah berharap dapat mendukung pembiayaan untuk tahun depan dan menyesuaikan dengan postur APBN 2025. Keputusan untuk prefunding menunjukkan strategi yang dilakukan pemerintah dalam mengelola pembiayaan negara untuk mencapai tujuan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Penurunan yield SBN merupakan kesempatan bagi pemerintah untuk memperoleh pembiayaan dengan biaya yang lebih rendah, sehingga dapat meminimalisir dampaknya terhadap defisit APBN serta menjaga keandalan fiskal. Semua ini harus diiringi dengan pengelolaan utang yang bijaksana, transparan, dan akuntabel untuk memastikan keberlanjutan dan keseimbangan fiskal di masa depan.
Namun, perlu dicatat bahwa eksekusi dan pengelolaan prefunding ini harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati untuk mengatasi risiko yang mungkin timbul, seperti fluktuasi pergerakan pasar keuangan, perubahan suku bunga, dan sebagainya. Oleh karena itu, Kemenkeu perlu terus melakukan analisis mendalam terkait kondisi pasar keuangan dan regulasi terkait secara periodik agar langkah prefunding yang diambil dapat memberikan dampak yang positif bagi kegiatan ekonomi nasional.