Sumber foto: bisik.id

Berbagai Dampak E-commerce China Memasuki Pasar Indonesia

Tanggal: 4 Okt 2024 11:02 wib.
Kabar masuknya platform e-commerce asal China, Temu, yang dimiliki oleh PDD Holdings Inc, menimbulkan kehebohan di Indonesia. Banyak pihak membantah rencana masuknya aplikasi ini, mengingat model bisnis direct to customer (D2C) yang dijalankan dapat merusak ekosistem perdagangan dalam negeri. 

D2C merupakan strategi bisnis yang semakin populer, di mana produsen atau pemilik merek menjual produk langsung kepada konsumen tanpa perantara. Temu dikenal sebagai salah satu yang sukses menjalankan format D2C ini, dengan pendirinya, Colin Huang, bahkan berhasil masuk dalam daftar orang terkaya di China. Namun, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menegaskan bahwa kehadiran Temu di Indonesia dapat "merusak ekosistem". 

Menurut Budi Arie, menjaga pasar lokal adalah hal yang penting karena berkaitan erat dengan sektor ketenagakerjaan. Oleh karena itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan mengambil langkah-langkah untuk melindungi pasar tersebut dari penetrasi platform asing.  

Dalam konteks ini, Staf Khusus Menteri Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Kemenkop UKM, Fiki Satari, menyoroti potensi masuknya Temu ke pasar Indonesia yang dapat berdampak pada produk impor ilegal dan mengganggu pasar domestik, karena Temu dapat menjual barang produksi langsung dari China ke konsumen domestik, tanpa melalui rantai pasok lokal.  

Upaya Temu untuk masuk ke pasar Indonesia juga dapat dilihat dari usaha perusahaannya untuk memperoleh izin merek dagang, desain, dan lain-lain di Indonesia. Meskipun telah gagal dalam tiga percobaan sejak September 2022, Temu tetap aktif mencari cara untuk masuk ke pasar Indonesia. Hal ini mengundang kekhawatiran akan potensi dampak negatifnya terhadap ekonomi dan perdagangan dalam negeri.  

Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga, menegaskan bahwa pemerintah tidak akan sembarangan mengizinkan e-commerce asing masuk ke pasar Indonesia. Semua pihak harus taat pada aturan yang berlaku, terutama Permendag No. 31 Tahun 2023 mengenai Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).  

Tetapi kekhawatiran masyarakat Indonesia bukan tanpa dasar. Temu yang merupakan platform perdagangan cross border milik PDD Holdings, dikenal sebagai aplikasi yang sangat populer di China, bahkan mendapatkan momentum penjualan terbaiknya di Amerika Serikat. Namun, kepopuleran Temu tidak hanya terbatas pada generasi muda, melainkan juga mencakup kalangan dewasa tua seperti Baby Boomers dan Generasi X. Generasi Boomers, yang usianya di atas 59 tahun, dinilai paling setia dalam melakukan transaksi di Temu, bahkan lebih banyak dibandingkan dengan pembeli Gen Z yang lebih muda.  

Pemerintah Indonesia harus menjaga kestabilan ekosistem perdagangan dalam negeri, terutama untuk melindungi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dari ancaman penetrasi e-commerce asing. Kominfo dan Kemenkop UKM harus bersinergi dalam mengawasi dan mengatur masuknya platform e-commerce asing seperti Temu agar tidak merusak ekosistem perdagangan dalam negeri dan membahayakan UMKM. Masyarakat konsumen juga harus lebih sadar akan dampak positif dan negatif dari kemajuan teknologi dalam perdagangan. Oleh karena itu, pemerintah perlu mendorong kesadaran konsumen akan pentingnya mendukung produk dalam negeri untuk memajukan ekonomi nasional.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved